Wednesday, August 19, 2009

Kumpulan Arti, Cara dan Makna Seputar Kemiskinan (1)

  • Kemiskinan menurut Soerjono Soekanto, (1982, Sosiologi: suatu Pengantar, Rajawali Press) "kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memlihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut."
  • Amartya Sen, seperti dikutip dari Bloom dan Canning (2001, The Health and Poverty of Nations: From Theory to Practice, School of Public Health, Harvard University, Boston and Dept. of Economics, Queens University, Belfast) mengatakan bahwa seseorang dikatakan miskin bila mengalami "capability deprivation" dimana seseorang tersebut mengalami kekurangan kebebasan yang substantif. Menurut Bloom dan Canning, kebebasan substantif ini memiliki dua sisi: kesempatan dan rasa aman. Kesempatan membutuhkan pendidikan dan keamanan membutuhkan kesehatan.
  • Todaro, (1984, Ekonomi bagi Negara sedang Berkembang buku I, hal 308) "Pendapatan perkapita yang tinggi bukan merupakan jaminan tiadanya sejumlah kemiskinan absolut"
  • Lingkaran Kemiskinan menurut Ragnar Nurske (1952, Problems of Capital Formation in Underdeveloped Countries, Oxford : Basil Blackwell.), Lingkaran Kemiskinan atau perangkap kemiskinan (Vicious Cycles of Poverty) adalah hal yang sering menjadi masalah di berbagai negara atau daerah berkembang. Akibat kapasitas yang kecil dalam tabungan mengakibatkan income riil yang rendah, dimana income riil yang rendah menunjukkan produktivitas yang rendah pula. Hal ini berputar lebih besar dan mengakibatkan kekurangan kapital. Kekurangan modal inilah yang menyebabkan tingkat kapasitas tabungan yang kecil. Riil income yang rendah menurut Nurske, merupakan refleksi dari rendahnya produktivitas
  • Kemiskinan absolut, ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.
    Kemiskinan relatif ditentukan oleh perbandingan, dimana seseorang pendapatannya dapat saja berada di atas garis kemiskinan, namun dapat lebih rendah bila dibanding pendapatan masyarakat sekitarnya.
  • Kemiskinan strukturalterjadi ketika seseorang miskin dikarenakan pengaruh kebijakan pemerintah yang tidak menjangkau lapisan masyarakat tertentu sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.
  • Menurut Paul Spicker (2002, Poverty and the Welfare State : Dispelling the Myths, A Catalyst Working Paper, London: Catalyst.) penyebab kemiskinan dapat dibagi dalam empat mazhab:
    • Individual explanation, diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri: malas, pilihan yang salah, gagal dalam bekerja, cacat bawaan, belum siap memiliki anak dan sebagainya.
    • Familial explanation, akibat faktor keturunan, dimana antar generasi terjadi ketidakberuntungan yang berulang, terutama akibat pendidikan.
    • Subcultural explanation, akibat karakteristik perilaku suatu lingkungan yang berakibat pada moral dari masyarakat.
    • Structural explanations, menganggap kemiskinan sebagai produk dari masyarakat yang menciptakan ketidakseimbangan dengan pembedaan status atau hak.
  • Uni Eropa umumnya mendefinisikan penduduk miskin adalah mereka yang mempunyai pendapatan per kapita di bawah 50 persen dari median (rata-rata) pendapatan. Ketika median/rata-rata pendapatan meningkat, garis kemiskinan relatif juga meningkat.
  • Dua ukuran kemiskinan yang digunakan oleh Bank Dunia, yaitu :
    • US$ 1 perkapita per hari dimana diperkirakan ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang hidup dibawah ukuran tersebut,
    • US$ 2 perkapita per hari dimana lebih dari 2 miliar penduduk yang hidup kurang dari batas tersebut. US dollar yang digunakan adalah US$ PPP (Purchasing Power Parity), bukan nilai tukar resmi (exchange rate) . Kedua batas ini adalah garis kemiskinan absolut
  • 3 indikator kemiskinan yang lazim digunakan BPS, yaitu:
    • Head Count Index (HCI-P0), yaitu persentase penduduk miskin yang berada di bawah Garis Kemiskinan (GK).
    • Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1) yang merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
    • Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index-P2) yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.
  • Menurut Sharp et al. (Sharp, A.M., Register, C.A., Grimes , P.W. ( 2000), Economics of Social Issues 14th edition, New York: Irwin/McGraw-Hill. kemiskinan bersumber dari hal di bawah ini, yaitu:
  1. Rendahnya kualitas angkatan kerja.

    Salah satu penyebab terjadinya kemiskinan adalah karena rendahnya kualitas angkatan kerja. Kualitas angkatan kerja ini bisa dilihat dari angka buta huruf. Sebagai contoh Amerika Serikat hanya mempunyai angka buta huruf sebesar 1%, dibandingkan dengan Ethiopia yang mempunyai angka diatas 50%.

  2. Akses yang sulit terhadap kepemilikan modal.

    Kepemilikan modal yang sedikit serta rasio antara modal dan tenaga kerja (capital-to-labor ratios) menghasilkan produktivitas yang rendah yang pada akhirnya menjadi faktor penyebab kemiskinan.

  3. Rendahnya tingkat penguasaan teknologi.

    Negara-negara dengan penguasaan teknologi yang rendah mempunyai tingkat produktivitas yang rendah pula. Tingkat produktivitas yang rendah menyebabkan terjadinya pengangguran. Hal ini disebabkan oleh kegagalan dalam mengadaptasi teknik produksi yang lebih modern. Ukuran tingkat penguasaan teknologi yang rendah salah satunya bisa dilihat dari penggunaaan alat-alat produksi yang masih bersifat tradisional.

  4. Penggunaan sumber daya yang tidak efisien.

    Negara miskin sumber daya yang tersedia tidak dipergunakan secara penuh dan efisien. Pada tingkat rumah tangga penggunaan sumber daya biasanya masih bersifat tradisional yang menyebabkan terjadinya inefisiensi.

  5. Pertumbuhan penduduk yang tinggi.

    Menurut teori Malthus jumlah penduduk berkembang sesuai deret ukur sedangkan produksi bahan pangan berkembang sesuai deret hitung. Hal ini mengakibatkan kelebihan penduduk dan kekurangan bahan pangan. Kekurangan bahan pangan merupakan salah satu indikasi terjadinya kemiskinan.

Bersambung…

Friday, July 31, 2009

Mengukur Benar dan Salah Saat Ini

"dan Allah membuat perumpamaan, dua orang laki-laki, yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatu dan dia menjadi beban penanggungnya kemana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia sama sekali tidak dapat mendatangkan kebaikan. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada dijalan yang lurus?" (surat 16:76)


Kebenaran, saat ini jadi hal yang susah sekali di tebak di Indonesia. masyarakat menutup mata, hati dan telinga mereka hanya akibat informasi yang tidak sempurna. ketika satu pihak yg menguasai sumber informasi bilang yang benar A, maka seluruh masyarakat pada umumnya akan beranggapan sama. akibatnya preferensi masyarakat dengan mudahnya terbentuk oleh permainan informasi (melalui pembentukan opini publik oleh berita media massa yg sudah tidak obyektif lagi).
setidaknya ada beberapa hal yang menjadi ukuran masyarakat saat ini dalam menilai suatu kebenaran (menurut saya pribadi), antara lain:

pertama, melalui pencitraan Fisik yang sempurna atau yang buruk dari tokoh/pelaku yg sedang dinilai. terkait fisik ini, masyarakat kita dgn mudahnya akan menganggap seseorang itu baik atau tidak dari ketampanan, kecantikan, kharisma kegagahan si tokoh pelaku. ketika masyarkat terpesona, maka ia akan baik nilainya, ketika ia melihat fisik tokoh itu agak buruk, sangar atau binal maka bisa jadi nilainya lgsung buruk pada pandangan pertama.
atau bisa pula karena fisik sang tokoh yg buruk dengan dieksploitasi sedikit maka akan menimbulkan simpati yg tinggi karena fisik itu. dan rasa simpati ini amat mempengaruhi penilaian publik. masyarakat cenderung enggan untuk mencari tahu kebenaran yg lebih dalam (lebih substantif) mengenai si tokoh atau pelaku contoh dari hal-hal diatas terjadi pada pileg dan pilpres kemarin.

kedua, melalui pembentukan Karakter yang sempurna atau buruk oleh media informasi. dengan mudah masyarakat akan terpengaruh oleh cerita yang disampaikan oleh media mengenai karakter si pelaku. biasanya masyarakat tidak akan melakukan cek silang dengan mencari berita pembanding, apalagi bila seluruh media massa sudah menggiring opini yang sama, sehingga terkadang bahkan sering media sendiri tidak objektif dalam menyampaikan karakter si pelaku. akhirnya publik menerima informasi yang belum tentu benar tapi sudah terlanjur dianggap benar.
kasus pilpres kemarin merupakan contoh yg paling nyata, juga kasus manohara.

Ketiga, melalui pesan dari pihak yang lebih berkuasa, baik itu dalam lembaga komunitas, organisasi, pemrintahan, adat, maupun keluarga dan agama. apakah itu atasan/pemimpin/tokoh yang dituakan, masyarakat pada umumnya akan menganggap benar apapun yang pesan yang disampaikan pihak yang lebih berkuasa darinya tsb. meskipun masyrakat sendiri tidak yakin akan kebenarannya, tetapi ada ketakutan, keengganan ataupun ketidakkuasaan melawan arus opini yang sudah terbentuk.

tiga hal tersebutlah yang paling dominan mengausai alam pikir manusia indonesia saat ini dalam menentukan pilihannya. benar atau salah suatu atas suatu informasi yang diterimanya akan ditentukan oelh tiga hal tersebut. tulisan ini tidak terkait dengan pemilu yang baru saja terjadi, tetapi benar-benar pandangan saya pribadi terkait atas keadaan masyarakat Indonesia yang semakin tidak obyektif menilai sesuatu hal (bahkan inipun terjadi pada diri saya sendiri). dan mungkin ini bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga seluruh dunia.

Siapakah yang bersalah? tidak ada pihak yang bisa begitu saja disalahkan apalagi mau berkorban untuk disalahkan. Tapi sebagaimana dikutip dari Ayat Suci Al-Quran diatas (surat 16:76), adalah berbeda antara orang bisu yang mau melakukan apapun yg diminta oleh penanggungnya , tidak peduli benar atau salah dan akhirnya tidak bisa berbuat kebajikan apapun dengan orang yang berbuat adil dalam melihat benar dan salah, dan berusaha tetap selalu berjalan di jalan yang lurus. tinggal sekarang, mau jadi yang manakah anda?

Monday, March 16, 2009

Yang Tersisa Dari Otonomi Daerah

saya baru saja ikut membantu membaca Perda (peraturan daerah) Lingkungan hidup Prov, kab/kota se-Indonesia. Innalillahi, ternyata banyak yang isinya cuma Copy paste perda daerah lainnya. tidak malu apa? ok masih gapapa kalo substansinya sesuai, ada beberapa yang ga sesuai dengan kondisi daerahnya. bahkan ada yang isinya lebih banyak seperti ini: lebih lanjut diatur dalam ketetapan bupati/walikota, blum lagi banyaknya kesalahan ketik (bayangkan sebuah perda alias undang-undang yang sudah ditandatangan bisa salah ketik?) jadi apa isinya?. memang tidak semua daerah, tapi itu jadi menohok suatu tanda tanya besar. kualitas Perda sebelum otonomi daerah jauh lebih rapi, lebih lengkap, lebih detil, (meskipun tidak diimplementasikan dengan baik). tapi lain hal, begitu bicara retribusi.. semua daerah perdanya lengkap sampe ke titik koma nolnya. semua ditarifin, mo itu retribusi sampah, laboratorium dll, dan hampir tidak ada salah ketik. ya, the power of money..
itulah kelemahan otonomi daerah sekarang.. semua daerah memang cenderung jadi lebih kaya, klo dilihat dari PAD (pendapatan asli daerah) nya saja, dan bupati dgn PAD tinggi akan diberi penghargaan oleh pusat dan media massa sebagai bupati yg sukses.. semua berlomba mencari uang.. tapi apakah kesejahteraan rakyat daerah itu benar2 meningkat? apakah pemerataan benar2 terjadi? apakah lingkungan tidak dieksploitasi lebih parah? itu harus dikaji lagi..
oleh karenanya, mindset bahwa daerah yang sukses otonomi adalah daerah dengan porsi PAD yang tinggi harus diubah (bukan berarti pad tinggi itu jelek) .. tapi daerah yang baik juga adalah daerah dengan IPM tinggi, daerah dengan kualitas lingkungan hidup tinggi, darah dengan penurunan angka kemiskinan tercepat,, banyak daerah yang sudah sanggup mencapai itu semua contoh: jakarta, Sulut, Riau, atau DIY, yang meskipun PADnya kalah dari bbrp daerah lain tetapi IPMnya tetap termasuk terbaik.. tapi sayang lebih banyak lagi daerah yang belum sanggup melakukan itu..
jangan sampai otonomi daerah hanya menciptakan uang tapi tapi juga memanusiakan manusia dan alamnya..

Wednesday, March 11, 2009

PROTES PADA MENHAN dan Jajarannya..

Sudah sejak lama, saya baca di koran-koran, Menhan, panglima, para kepala staf, anggota DPR-RI mengeluhkan selalu rendahnya anggaran pertahanan dalam APBN, atau mengeluhkan mengenai rendahnya kualitas Alutsista yang dimiliki Indonesia. Ya, itu semua benar dan patut kita prihatinkan. kita juga boleh berbangga ketika beberapa waktu yang lalu PT. PINDAD berhasil memproduksi Panser berkualitas untuk TNI AD, juga pembelian armada Sukhoi dan beberapa Alutsista lainnya dari Rusia (tidak dari AS lagi), yang menunjukkan upaya kuat untuk mencari alternatif terbaik yang efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan Alutsista. upaya ini harus didukung.
tapi sayangnya keadaan ini menjadi sangat miris sekali saat saya melintas di jalan-jalan raya di Jakarta ataupun Bandung. Di depan halaman Dephan, berderet mobil mewah Toyota Camry dan sekelasnya milik jajaran eselon I dephan, di jalanan berseliweran mobil-mobil Patwal para Jendral berupa Toyota HARRIER baru yang berharga lebih mahal dari Camry (bayangkan, hanya untuk mobil pengawal saja!). yang menjadi miris ternyata mobil itu dipakai untuk mengawal rombongan ibu-ibu Persit.
Bayangkan saja, para menteri dan level pejabat negara saja hanya menggunakan mobil Camry lama, bahkan pengawalnya pun "hanya" menggunakan Nissan Terano, itupun satu buah dibelakang mobil sang pejabat. sedangkan pejabat TNI dibawah Panglima TNI berkunjung ke Bandung dikawal dengan voojrider dan mobil Patwal mewah . hal ini juga terjadi di daerah.
belum lagi Polisi, untuk mobil patwal vip di salah satu Polda saja menggunakan Lancer Evo VIII keluaran terbaru yang harganya saja setara mobil menteri. ironis sekali..
memang harganya tidak sebanding dengan sebuah panser senilai 30 miliar rupiah, tetapi dimana letak kebutuhannya? apakah tidak cukup sebuah mobil sekelas Jip kecil standar tertentu. atau kalau hanya untuk didalam kota gunakan saja patwal motor. India saja bisa. kalau misalkan mobil itu disumbangkan oleh dealer mobil, apakah layak mobil itu dipakai mengawal berseliweran dijalanan ibukota didepan mata rakyat yang sudah kepanasan, kemacetan dan kesusahan? mana sense of crisis para pejabat Dephan dan TNI / Polri di mata anak buah/ prajurit yang sudah kepayahan makan gaji standar, terpaksa menilang karena sekadar harus membayar biaya sekolah dan kuliah anak.
tetapi itu semua tidak akan terjadi kalau APBN bisa mencegah dengan tidak menganggarkan..
Yang paling membingungkan bagaimana ini bisa masuk ke dalam APBN??????????
hal ini bisa seharusnya dicegah oleh para pengelola APBN..
dimanakah tanggung jawab para pengelola APBN (termasuk komisi pertahanan di DPR) ?
makanya saya tulis protes ini untuk disampaikan pada menhan oleh siapa saja yang membaca..
bukan berarti saya tidak menghargai Pak Juwono yang selama ini dikenal bersih, tapi ini hanya sedikit protes saja buat bapak untuk bisa mengendalikan itu melalui lembaga bapak.
terima kasih.