Saturday, December 6, 2008

Kenapa KRL dan Busway Penuh, Tapi Jakarta Tetap Macet?


Gambar yang anda lihat disamping adalah kondisi KRL AC Sudirman Ekspress Jakarta (saya foto sendiri). bersih, rapi, dingin dan cukup nyaman. KRL-KRL ini sebagian (atau seluruhnya?) adalah sumbangan dari biro transportasi Tokyo-Jepang (bisa anda lihat tulisannya di dalam gerbong, disudut dekat pintu).
Belakangan ini,  saya mulai keranjingan naik KRL-AC tersebut selain juga keranjingan naik Busway. meskipun kualitas layanan KRL-AC dan Busway kita jauh dari bayangan tentang moda transportasi ideal, tapi dua sarana ini boleh dibilang sudah mulai menjadi tulang punggung warga kelas menengah Jakarta. Apalagi kalau kita sudah bicara tentang KRL ekonomi, sudah pasti merupakan salah satu jantung transportasi jarak menengah antar Jakarta dan daerah-daerah penyangganya.
Beberapa bulan belakangan ini setiap saya pulang dari stasiun Sudirman Manggarai ataupun Sudirman ke arah Serpong, jumlah penumpang yang naik KRL AC semakin banyak. Suasana di kereta makin sesak kalau kita sudah masuk ke stasiun Tanah Abang. bila kita naik kereta pukul 3, dipastikan kereta penuh oleh ibu-ibu yang pulang dari tanah abang. nah, kalo kita naik pukul 4 dst, dipastikan kereta penuh orang kantoran. pemandangan ini masih kalah bila saya bandingkan dgn KRL AC arah Bekasi dan Bogor yang lebih padat lagi.
KRL ekonomi AC boleh dibilang suatu moda transportasi yang sangat layak untuk masyarakat Jakarta, selain dingin, harganya pun masih sangat terjangkau warga, meskipun manajemennya masih belum rapi, tetapi kualitas yang diberikan masih dalam batas kewajaran. sayangnya dengan melihat kepadatan penggunanya, frekuensi kereta yang melintas masih terlalu sedikit. bandingkan dengan frekuensi transportasi massal serupa di Luar Negeri yang hampir setiap 15 menit ada. apalagi jika kita melihat KRL ekonomi biasa, sangat disayangkan kualitasnya yang jauh dari layak. gambar di bawah adalah kereta ekonomi biasa, yang meskipun biasa tetap saja keselamatan harus diutamakan, nyatanya? semua kereta ekonomi biasa tidak memiliki pintu..

padahal percayakah anda? pengguna kereta ekonomi biasa adalah 100 juta penumpang setiap tahun, jauh melebihi pangsa pasar kereta ekonomi AC yang mencapai 10 juta penumpang per tahunnya. berikut statistiknya yang saya copy langsung dari website dirjen perkeretaapian-dephub.
sumber gbr: http://perkeretaapian.dephub.go.id/images/statistik/volp.png

hal ini mencengangkan saya, karena ternyata KRL Jabotabek benar-benar tulang punggung transportasi warga kota Jakarta. bukankah ini seharusnya bisa menjadi jalan keluar yang nyata bagi kemacetan di Kota Jakarta? sementara pemerintah malah ribut mengurus subway dan MRT yang berbiaya triliunan tapi tidak ada yang mau membiayai. 
fenomena semakin padatnya penumpang dan rendahnya frekuensi kendaraan ini juga terjadi di jalur busway. Di satu sisi busway mulai mendapat perhatian masyarakat, terbukti dari makin padat dan tidak karuan jumlah penumpangnya. nyatanya di lain sisi frekuensi bus tidak juga bertambah bahkan berkurang. sarana prasarana pendukung busway pun rusak tidak karuan.
Disinilah seharusnya masyarakat mempertanyakan keseriusan pemerintah menyediakan sarana transportasi. ketika jalan keluar yang paling tepat sudah tersedia  pemerintah malah tidak sanggup mengelola dan memanfaatkannya dan malah terus mencari proyek-proyek baru lainnya yang (dijanjikan) akan mengatasi kemacetan (dan menghabiskan pos anggaran baru). 

Disini juga harus dipertanyakan. apakah tujuan akhir dari suatu anggaran pemerintah? apakah untuk memberikan manfaat (benefit) yang optimal bagi masyarakat? atau seperti anggaran perusahaan untuk memperoleh marjin keuntungan (profit) berupa uang bagi pemerintah?



Thursday, December 4, 2008

apa yang terjadi setelah penurunan harga BBM?

Isu BBM memang isu tiada akhir.. ga pernah beres..

inilah komoditas politik paling empuk buat status quo ataupun lawan politiknya, baik untuk menarik pemilih juga sebaliknya buat menjauhi pemilih dari status quo atau sang lawan.
Mari kita lihat secara obyektif diluar sudut pandang politik mengenai isu terakhir seputar BBM. Akhir-akhir ini isu terhangat adalah soal penurunan harga BBM. ada beberapa hal yang patut diperhatikan.
1. kenapa penurunannya harus diumumkan sebulan sebelumnya? kenapa harus ditunda sebulan?
kenyataannya gara-gara hal tersebut seluruh pengusaha SPBU berspekulasi dan akhirnya 1 desember kemarin Premium menjadi langka. semua SPBU menahan tidak mengambil pasokan agar mereka tidak perlu menutup selisih kerugian. coba pemerintah mengumumkannya insidental alias mendadak seperti sebelumnya, pasti pasokan lebih aman.
2. kenapa Solar harus turun satu bulan kemudian dan diumumkan sekarang? 
nah ini yang misterius, memang sebulan itu diperlukan untuk apa? 
dengan demikian sudah dipastikan dalam satu bulan kedepan akan ada kelangkaan solar di masyarakat.
3. kalau memang harga bbm dunia turun dan harga bbm di pasar jauh lebih murah, kenapa masih disubsidi? kenapa tidak dilepas kepasar mumpung harga turun?
Dulu pemerintah kekeuh utk melepas subsidi BBM ke pasar, sekarang ketika momennya tepat untuk melepas subsidi, kenapa tidak dilepas ke pasar malahan subsidi dipertahankan? ada apa?
4. nah sekarang dengan skenario penurunan harga BBM yang masih tetap dikontrol pemerintah, kemungkinan apakah yang akan terjadi?
berikut analisa teman saya (analis di salah satu lembaga):
saya: gimana soal penurunan harga bbm? apa nyelesein masalah skrg???
dia: harga bbm boleh turun tp ongkos transport kan ga turun
dia: malah turunnya harga bbm nantinya malah bikin harga bbm susah naek lg kl harga minyaknya naek lg
dia: harga bbm yg turun ga bikin inflasi or harga barang2 laennya jd turun
dia: so....harga bbm turun ga menyelesaikan masalah
dia: malah nanti kl harga minyak naek dan harga bbm harus naek juga
dia: malah ntar inflasi bisa gila2an
dia: karena orang kaget lagi harga bbm naek lagi
dst...

5.  Dengan ketidakjelasan kebijakan ini, dipastikan isu penurunan BBM ini akan jadi sasaran empuk permainan politik oposisi pemerintah.
  Nah, dengan demikian, sangat jelas bahwa terlalu banyak kepentingan politik masuk kedalam urusan BBM ini terutama menjelang pemilu 2009. 


Pertanyaan besarnya adalah: 
kenapa harus rakyat lagi yang menanggung beban kepentingan permainan politik? 
rakyat bukan mainan politik!! 
kenyataannya sekarang hanya rakyat yang tinggal di daerah yang memiliki suara signifikan saja yang disorot saja, diperhatikan dan diperjuangkan nasibnya oleh para elite politik (sebenarnya diadu-adu bukan diperjuangkan).  


Thursday, November 20, 2008

Krisis, Judi, Riba dan Janji Quran

Berbicara soal krisis dalam beberapa tulisan sebelumnya di blog ini, tampak jelas bahwa dampak dari krisis ini adalah akibat karakteristik perekonomian dunia yang terlalu bergantung pada pasar uang (finansial) bukan pasar barang dan jasa (riil).
Pasar uang bersifat sangat abstrak dan tidak memiliki ijab kabul yang jelas karena tidak serta merta menukarkan barang dan uang. yang ada hanyalah spekulasi yang benar-benar hanya berdasar pada estimasi matematis dengan menggunakan asumsi! (ingat: asumsi berarti mengandaikan, pengandaian berarti mimpi). asumsi-asumsi yang digunakan spekulan ini terutama oleh spekulan yang ternama akhirnya diikuti oleh publik dan akhirnya menimbulkan kepercayaan publik. Yang berbahaya adalah bila publik mengikuti secara buta. kejadian ini persis seperti taruhan pacuan kuda yang jelas-jelas judi! dan sangat jelas dalam judi, meskipun ada manfaatnya, tetapi dosanya akan jauh lebih besar. dan ini sudah diperingatkan dalam Allah SWT dalam Qur'an surat Al-Baqarah ayat 219, yang bunyinya:
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. katakanlah: pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya.... " (2:219)
sekarang kita renungkan sedikit: bila manfaat judi lebih kecil dari pada dosanya dan dosa itu kita anggap sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat, maka judi dipastikan hanya akan merugikan kita ketimbang memberi manfaat, peluang kita untung besar sangatlah kecil. inilah yang sekarang terbukti terjadi pada krisis ini. berapa banyak orang diuntungkan dari krisis?
di satu sisi krisis ini adalah dampak dari judi, hebatnya disisi lain krisis juga dampak dari riba. riba adalah melebihkan sesuatu dari yang seharusnya. bunga-bunga dan bunga. berapa banyak orang Indonesia yang terikat pada kartu kredit? berapa bunga kartu kredit setiap tahun? lebih dari 40%!!.
berapa ratus ribu keluarga di AS yang tidak sanggup membayar cicilan rumahnya dan akhirnya menjadi homeless? berapa persen pendapatan yang ditabung rakyat AS dari pendapatannya? hanya 2%!! sisanya? hutang.. artinya hidup mereka dibebankan pada bunga kredit..
padahal Allah sudah peringatkan:
"Hai Orang-Orang yang beriman, Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman" (2:278)
akhirnya apa? Siksa yang pedih dari Allah..
"dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih" (4:161)
sekarang itu semua mulai tampak buktinya.
lalu apa yang harus dilakukan? mulai berpikir, tinggalkan semua yang tidak pasti seperti riba dan judi dan mulailah perbanyak sedekah sebelum Allah riba yang memusnahkan:
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa" (2:276)
jangan sampai mata, pikiran dan hati kita dibutakan oleh keuntungan semu yang tumbuh dari ketidakpastian spekulasi atau kita akan tersesat dalam krisis yang tidak berujung.
"dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)" (17:72)

Tuesday, October 21, 2008

Beberapa Catatan atas 10 Arahan SBY Hadapi Krisis

Berikut beberapa hal yang patut dicatat sebagai bahan kritik atau mungkin sebagai pertanyaan tentang 10 poin arahan sby utk menghadapi krisis finansial


Pertama, optimistis, bersatu, dan bersinergi untuk
mengelola, serta mengawasi dampak krisis yang melanda Amerika.


Agak klise, tapi okelah sebagai ajakan seorang pemimpin. optimis tapi kebablasan bahaya juga, klo kata2nya "waspada" mungkin lebih baik.

Kedua, menyerukan untuk tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang mencapai enam persen.

kenapa kekeuh pertumbuhan ekonomi? toh ternyata pertumbuhan ekonomi kemarin lebih banyak di pasar uang? toh ternyata yang mengerti dan bisa menikmati pasar uang cuma orang-orang kaya, toh ternyata pasar uang terbukti hancur karena krisis? toh ternyata pasar uang cuma memberi pertumbuhan ekonomi semu? lalu kenapa suku bunga malah dinaikkan yang malah membuat pasar riil tambah susah sementara pasar uang malah dibantu yang jelas2 membuat susah?

mungkin lebih bagus kata2nya : mari kita memperkuat sektor riil, mari kita arahkan pertumbuhan di sektor riil, mari kita lebih realistis..

Ketiga, mengoptimalkan APBN 2009 untuk tetap memacu pertumbuhan ekonomi dan membangun social safety,

mengoptimalkan disini apa maksudnya? ekspansif? atau kontraktif?
klo ekspansif artinya naikkan Pengeluaran, kurangi pajak..
klo kontraktif artinya tahan pengeluaran, tambah pajak..
seharusnya kalau terjadi krisis yang dilakukan adalah ekspansif, dengan tujuan mendorong perekonomian kembali dengan belanja pemerintah yang lebih besar kepada masyarakat, sementara pajak yang memberatkan orang kecil dikurangi untuk meningkatkan daya beli.. pajak ekspor dikurangi,,
kalo kontraktif biasanya kalo pertumbuhan ekonomi terlalu tinggi, untuk mendistribusi hasil pertumbuhan agar lebih merata dan mencegah inflasi juga bubble economics..
nah disini arahnya kmana? harusnya poin arahan disini lebih grounded, agar keprcayaan masyarakat lebih tumbuh..

kelima, efisiensi, dan batasi pembelanjaan yang konsumtif, serta pembelanjaan yang bisa ditunda.
Nah yang ini juga menarik untuk disimak, kalo dilihat poin ini kontraproduktif dengan poin sebelumnya.. perlu dipertanyakan juga siapa yang harus membatasi pembelanjaan, orang kaya? konsumen? atau produsen? kalo orang kaya oke, tapi klo produsen membatasi pembelanjaan bagaimana mereka bisa tumbuh? seharusnya malah didukung oleh belanja pemerintah, dan konsumen secara keseluruhan seharusnya didukung peningkatan daya belinya..
lebih baik kalau isi arahan yang ini lebih ditujukan pada bagaimana meningkatkan kembali daya beli masyarakat secara umum sehingga masyarakat mendorong sektor riil utk tumbuh.

Keempat, dunia usaha atau sektor riil harus tetap bergerak supaya pajak dan penerimaan negara tetap terjaga. Sehingga pengangguran tidak bertambah. Kewajiban BI adalah menjamin kredit dan likuiditas, sedangkan kewajiban pemerintah pada kebijakan regulasi, iklim, dan insentif agar sektor riil tetap berjalan.
ini arahan yang sebenarnya bentuknya lebih membumi, paling teknis, dan lebih meyakinkan tapi... isinya masih membingungkan..
bagaimana sektor riil mau bergerak, kalau pemerintah malah meminta pajak? bagaimana mereka memilki harga yang bisa bersaing dengan produk cina? bagaimana mungkin pengangguran bisa dikendalikan klo ekonomi masih biaya tinggi?
seharusnya arahan ini digabung dengan arahan ttg pertumbuhan ekonomi dan tidak perlu mengungkit soal pajak.. sensitif buat sektor riil.. atau bisa juga dengan arahan pada pelaku pasar dan aparat pemerintah untuk mengurangi high cost economy (ekonomi biaya tinggi)..
dan hati2 inflasi (kenaikan harga secara umum) dan pengangguran berbanding terbalik, pilih mana yang ingin dikendalikan..

Kelima, cerdas menangkap peluang untuk lakukan perdagangan dan kerjasama ekonomi dengan negara lain.
kalau yang ini saya setuju, tetapi kenapa baru sekarang? selama ini kita terlalu bergantung pada Amerika Serikat, Asia Timur dan eropa, sementara negara berkembang lain sudah merambah pasar yg lebih potensial (penduduknya lebih banyak). lalu kenapa hanya timur tengah dan Rusia yang menajdi target perlausan pasar, klo Rusia sih Oke. penduduknya sama dengan AS, tapi jgn lupa masih ada Asia Selatan (India, Pakistan, Bangladesh) yg penduduknya buanyak sekali, Afrika yang sangat dekat hubungan politiknya dgn Iindonesia dan Amerika Latin (yang cenderung ekonominya saat ini lebih stabil.. ), semuanya jelas-jelas memiliki penduduk yg sangat banyak dan memiliki hubungan politik yang jauh lebih baik dgn Indonesia.

Keenam, melakukan kampanye besar-besaran untuk konsumsi produk dalam negeri.
nah ini juga aneh, Kampanye? kenapa hanya sebatas kampanye, cara yang dipikirkan? kenapa targetnya hanya masyarakat sebagai konsumen? Masyarakat jangan disalahkan karena tidak membeli produk dalam negeri? masyarakat akan membeli produk kita, kalau produk kita mudah diperoleh dan memiliki harga serta kualitas produk yang bersaing.
nyatanya di kalimantan dan beberapa provinsi lainnya terutama di daerah yang berbatasan langsung dengan luar negeri, kita akan lebih mudah menemukan produk Malaysia, Cina, dan Taiwan, bahkan Phillipina. dimana harus mencari produk kita? sementara produk kita saja di Jakarta kesulitan bersaing harga dgn produk cina, bila dipaksakan membeli produk lokal bagaimana kita bisa mencegah masyarakat menjadi lebih konsumtif? kan harga lokal lebih mahal.
seharusnya pemerintah yang memfasilitasi produk lokal agar lebih mudah diperoleh dan terjangkau harganya.
sektor usaha yang harus lebih dihimbau, utnuk menciptakan produk lokal yang lebih berdaya saing. tidakhanya untuk bersaing di luar negeri tetapi juga dalam negeri. hati-hati kalau tidak bisa bersaing, krisis finansial AS akan menyebabkan produk cina membanjiri Indonesia dengan ahranya yang super murah.. baik legal maupun ilegal. kecuali pemerintah berani mendumping dan memberikan tarif yg tinggi pada Cina, dan benar2 menjaga jalur masuk distribusi barang ke DN agar dpt menekan penyelundupan masuk.

Ketujuh, adanya sinergi kemitraan antara pemerintah, BI, dan pihak swasta.
memang selama ini tidak ada sinergi? ketauan dong ngga kompak.. kenapa pemerintah daerah tidak dilibatkan? bukankah mereka yang paling menentukan sekarang, terutama bagi sektor riil.

Kedelapan, menghentikan sikap ego sektoral dan budaya bisnis usually.
wah yang ini no komen, kayanya masalah pribadi intern pemerintah. kalo urusan budaya bisnis "usually" kita kursus bahasa Inggris yuk.. makanya aparatnya juga harus transparan dong,, jgn mau berkolusi dengan bisnis "usually"..

Kesembilan, pada 2008-2009 adalah tahun politik dan pemilu, sehingga Presiden menyerukan, untuk melakukan politik yang nonpartisan dalam menghadapi dampak krisis global ini.
gimana ga non partisan partainya aja sekarang udah ngebengkak lagi diatas 34 parpol.. kalo soal pemilu 2009 sih tinggal bagaimana presidennya aja meningkatkan kepercayaan masyrakat dengan membuktikan semua arahan 1 sampai 8 bisa dilakukan.. klo bener2 dilakukan insya allah bisa menang lg, minimal putaran pertama..


Kesepuluh, melakukan komunikasi tepat dan bijak kepada masyarakat.
ini arahan buat masyarakat atau intern pemerintah? mungkin bisa diperjelas buat intern pemerintah apa, buat masyarakat apa? komunikasi yang tepat seperti apa? bijak seperti apa?
mungkin lebih bagus kalo "segenap penentu kebijakan harus benar-benar mewujudkan arahan diatas agar kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah terus terjaga bahkan semakin meningkat"


Yah demikian saja komentarnya.
yang paling penting pemerintah harus membuat kebijakan yang benar-benar membumi, bisa dimengerti, bisa dilaksanakan dan bisa dirasakan seluruh lapisan masyarakat..
jangan membuat arahan yang membingungkan dan tidak dimengerti dan bisa disalahtafsirkan masyarakat awam seperti saya..

Tuesday, October 14, 2008

Subprime Mortgage??

kata subprime mortgage sekarang ini sedang sering2nya keluar di media massa. Apa maknanya?

Waktu pertama kali saya dengar kata itu, saya agak kesulitan memahaminya.. sesudah baca berkali-kali, diulang-ulang, buka semua buku, buka internet dan sering baca dikoran. Nah kalo pake bahasa saya kira-kira begini penjelasannya:

Andaikan anda seorang buruh pabrik yang selama ini mengontrak di gang sempit, tiba-tiba anda ditawarkan kredit rumah (KPR) tipe 90 di real estate baru dgn harga yang lumayan mahal (anggap Rp. 200 juta) tapi dengan DP yang sangat rendah (mis 5%) dan ada grace period (tenggat waktu ga usah bayar cicilan) 1 tahun. Wajar kalau anda tertarik. Secara rasional anda bisa menikmati rumah lumayan mewah itu selama 1 tahun hanya dengan modal 10 juta rupiah (itung2 ngontrak), dan tanpa jaminan apapun kecuali rumah itu sendiri. Kalau anda tidak sanggup untuk membayar cicilan maka di akhir grace period anda tinggal angkat kaki dan rumah menjadi milik bank yang memberikan KPR.

Itulah kejadian di Amerika Serikat. Banyak properti dibangun, sumber pembiayaannya adalah bank-bank besar yang terlalu banyak memiliki dana nganggur (dana pihak ketiga) yang tidak tersalurkan, akhirnya dengan sumber pembiayaan yg besar, properti pun dibangun secara massal, kemudian agar properti ini cepat laku, rumah-rumah berukuran menengah ini dibangun dengan harga yang mahal dan ditawarkan pada kelompok menengah kebawah (biasanya buruh pabrik) dengan skema pembiayaan yang sangat ringan. Akhirnya berbondong-bondong masyarakat membeli properti tersebut.

Kumpulan hipotek utang-utang properti masyarakat kelas menengah kebawah inilah yang disebut subprime mortgage (subprime karena kemungkinan kesanggupan bayarnya tidak sebesar kelas menengah dan menengah keatas). Agar memperoleh untung lebih cepat, surat utang yang belum jatuh tempo ini kemudian oleh bank dijual kembali ke pihak ketiga. Biasanya dibeli oleh perusahaan-perusahaan investasi berskala besar dan dijual kembali dalam bermacam-macam produk investasi yang mereka tawarkan ke masyarakat, biasanya digabung dengan surat-surat berharga lain dalam bentuk reksadana dengan penawaran bunga yang sangat menarik bagi masyarakat yang ingin berinvestasi di pasar uang.

Yang menjadi masalah nilai surat berharga itu bubble, yang ditawarkan belum tentu sebesar jaminannya. Nah, ketika surat utang itu jatuh tempo, ternyata banyak pengutang yang gagal bayar, mereka tidak sanggup membayar cicilan rumahnya. Dan solusinya mudah bagi mereka, mereka tinggalkan begitu saja rumah-rumah tersebut dan kembali ke rumah lama mereka. Masalah besarnya rumah yang ditinggal tidak satu dua rumah saja, tetapi ratusan ribu hingga jutaan rumah!.

Meskipun harga rumah ini mahal, tetapi karena ada jutaan jumlahnya dan tidak ada pembelinya, maka nilai rumah itu menjadi kecil bahkan tidak bernilai. Nilai riilnya bahkan ada yang tiak mencapai 10% dari nilai yang tertera. Akhirnya terkuak bahwa nilai jaminan perumahan itu jauh dibawah kredit yang telah disalurkan BTN Amerika (Fannie Mae, Freddie Mac). Berarti nilai-nilai surat utang itu selama ini seperti gelembung balon, yang ketika balon itu dipecahkan, besarnya jauh dibawah ukuran gelembungnya. Dan terjadilah gagal bayar, gagal bayar dan gagal bayar lainnya karena kasus serupa (baca tulisan saya sebelumnya).

Ternyata pasar uang hanyalah pasar semu yang sangat khayal, wujud aslinya belum tentu segagah namanya banyak ketidakpastian yang tidak bisa diukur. Jadi wajar saja kalau banyak yang mengatakan kalau pasar uang itu lebih mirip pasar judi daripada pasar yang sebenarnya

Kenapa Krisis? Kenapa Terjadi Bubble Economics?

Bila kita membaca Koran beberapa hari terakhir, banyak sekali berita mengenai krisis keuangan yang terjadi di seluruh dunia dan seringkali muncul istilah bubble economics, pasar uang, hot money dan istilah-istilah lainnya yang terkadang malah tidak menjelaskan apapun mengenai krisis itu sendiri. Mari kita sedikit memahami krisis ini dengan bahasa yang sedikit lebih sederhana. Pertama kita harus tahu bahwa dasar krisis ini terjadi dikarenakan adanya bubble economics alias gelembung balon ekonomi yang pecah dan akhirnya ketahuan ukuran balon itu yang sebenarnya.

Gelembung balon ekonomi inilah yang selama ini membesar akibat pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat terutama di pasar uang (apakah pasar uang itu? Pasar uang itu pasar dimana uang tidak berubah menjadi barang atau jasa tetapi uang itu sendiri yang didagangkan oleh dalam pasar). Kalau anda sering membaca istilah hot money dikoran-koran, itulah uang yang beredar di pasar uang, biasanya diidentikkan juga dgn investasi tidak langsung (investasi tidak berubah menjadi barang modal fisik seperti pabrik, tanah, dll tetapi hanya berbentuk surat berharga, surat utang, obligasi). Investasi tidak langsung ini biasanya terjadi di pasar modal, pasar valas, pasar komoditi (bursa berjangka) yang menjualbelikan kontrak komoditi yang baru ada barangnya beberapa bulan kedepan.

Nah, berbagai macam bentuk produk yang diperjualbelikan di pasar uang memiliki nilai tertentu yang laku dijual dipasar dalam jangka panjang karena menjanjikan keuntungan yang besar setelah habis waktu jatuh temponya, begitu pula dalam jangka pendek, karena margin selisih keuntungan dari jual beli surat tersebut di pasar sekunder (mirip pasar barang bekas).

Sebagai ilustrasi, suatu perusahaan pengolah kelapa sawit membutuhkan modal untuk mengekspansi kebun dan pabrik milik perusahaannya, maka ia menerbitkan surat utang sebesar 1 juta dollar yang akan dibayar lima tahun lagi dengan bunga 25% atau dibayar lima tahun lagi sekira 1,25 juta dollar, kemudian ia melepasnya di pasar uang. Karena harga kelapa sawit sedang meningkat pesat dan perusahaan ini dimiliki oleh perusahaan asing yang ternama dan pengusaha lokal yang terkenal sukses di masyarakat, maka pasar sangat percaya bahwa obligasi ini tidak akan gagal bayar alias pasti akan dibayar nantinya. Akhirnya obligasi itupun langsung dibeli senilai dengan surat utangnya.

Kemudian karena harga kelapa sawit naik terus, obligasi ini diperjualbelikan lagi dengan harga yang lebih mahal hingga mencapai 1,1 juta dollar. Kemudian tiga tahun kemudian tiba-tiba, karena terlalu banyak supply kelapa sawit dipasar, maka harga kelapa sawit jatuh, pemilik surat berharga pun mulai ketakutan kalau-kalau perusahaan gagal bayar, maka ia menjualnya dengan harga lebih murah yakni 900 ribu dollar, tiba-tiba setahun kemudian harga kelapa sawit kembali jatuh dan perusahaan rugi besar. Akhirnya pemilik obligasi segera menjual dengan harga 700 ribu dollar, karena tidak ada yang mau membeli, ia pun menurunkan kembali hingga angka 500 ribu dollar. Sampai akhirnya sebulan sebelum jatuh tempo, perusahaan perkebunan dinyatakan bangkrut karena tidak sanggup membayar gaji karyawan. Akhirnya ketika dinilai asetnya, aset perusahaan yang bisa disita tidak lebih berupa perkebunan yang sudah mati dan pabrik yang terbengkalai dengan nilai tidak lebih dari 250 ribu dollar. Rugilah sang pemilik obligasi yang terakhir, dari nilai obligasi yang tertera 1,250 juta dollar ternyata hanya bernilai riil 250 ribu dollar.

Contoh yang berbeda namun lebih mudah dan lebih ekstrem adalah jual beli kontrak komoditi di bursa berjangka. Sebagai ilustrasi, permintaan bawang diprediksi akan melonjak 10 bulan kedepan, mengantisipasi itu spekulan membeli kontrak pembelian bawang satu juta ton dari suatu perkebunan di Sulawesi senilai 10 ribu/kg untuk musim panen 10 bulan lagi. Karena pasar percaya bawang akan naik terus permintaannya, maka kontrak itu pun dijual kembali oleh spekulan dengan harga 12 ribu/kg, tiga bulan kemudian, kontrak berpindah tangan lagi senilai 14 ribu/kg. Sampai pada akhirnya mencapai 17ribu/kg. Tiba-tiba menjelang panen, datang banjir yang menyebabkan lahan perkebunan bawang yang ada hilang dan terjadi gagal panen, akhirnya hanya seratus ribu ton bawang yang dpt dikirim. Diperjalanan salah satu kapal hampir karam dan muatan dibuang ke laut, tersisa 50 ribu ton. Ternyata karena seluruh petani bawang di Jawa juga memprediksi harga akan naik, maka seluruh petani di Jawa juga menanam bawang berlebih sehingga malah terjadi over supply hingga harga bawang jatuh sampai 1000 rupiah/kg. Terbayang oleh anda berapa nilai investasi yang hilang?

Nah, contoh-contoh diatas terjadi saat ini di dunia dan di Indonesia, harga-harga nominal yang berlaku di pasar uang selama ini hanyalah harga ekspektasi atau harga semu, tidak nyata. Para pelaku pasar hanya bisa meramal dan berjudi dengan waktu menebak harga yang sebenarnya. Meskipun metode peramalan yang digunakan sangat sophisticated, tetap saja nilai ketidakpastian dalam ekonomi akan selalu ada dan tidak bisa dipastikan besarannya. Kenyataannya harga nominal yang muncul keburu dijadikan patokan oleh masyarakat terutama pelaku pasar untuk berinvestasi alias melipatgandakan keuntungan mereka secara instan. Tetapi seperti berjudi, akhirnya nilai yang sebenarnya baru bisa diketahui jatuh tempo.

Uang yang dijadikan taruhan oleh masyarakat dipakai untuk membeli paket-paket surat berharga layaknya membeli barang dagangan dan jumlahnya terus membesar dan diputar kembali oleh bank atau perusahaan penjual paket, dijadikan modal kembali atau dbelikan kembali paket serupa dari bank yang lebih besar di luar negeri dan terus berputar seperti itu hingga nilai kekayaan mereka terus berlipat-lipat ganda menggelembung layaknya balon.

Tetapi mereka lupa satu hal, setiap utang, surat berharga, kontrak dan lainnya harus ada jaminan yang nilai barangnya setara dan semuanya tetap dibatasi ruang dan waktu sehingga pasti ada akhirnya.

Ternyata sekarang balon itu pecah juga, entah karena sudah jatuh tempo ataupun karena sudah terlalu banyak balon itu diisi sehingga tidak ada lagi ruang tersisa untuk bernafas dalam gelembung perekonomian, ternyata terungkap kalau selama ini nilai investasi mereka secara riil tidak sebesar balon yang selama ini mereka lihat. Itulah fatamorgana alias bayangan semu yang selama ini tampak nyata dimata para pelaku pasar uang.

Sayangnya fenomena ini sudah keburu merembet keseluruh dunia dan dampaknya akan dirasakan sebentar lagi oleh hampir setiap lapisan masyarakat termasuk masyarakat lapisan bawah yang sama sekali tidak paham apalagi terlibat dalam pasar uang dan ini semua akibat moral hazard dan ketidakjujuran kapitalisme global (lebih lanjut mengenai kapitalisme global baca tulisan sebelumnya, judul : Krisis Keuangan: Informasi Pasar Yang Tidak Sempurna.)

Beberapa Hal yang Akan Terjadi di Indonesia Akibat Krisis Amerika Serikat


Krisis yang terjadi sekarang di AS sudah pasti akan berpengaruh di Indonesia, tetapi dampak yang akan terjadi belum bisa diprediksi. Tapi ada beberapa hal dalam sektor riil yang harus segi diantisipasi karena menyangkut sendi kehidupan masyarakat di Indonesia:

1. masuknya barang secara ilegal dari Luar Negeri secara besar-besaran terutama barang ritel, hal ini terjadi karena produsen ritel terbesar yakni Cina, akan menghadapi dumping besar-besaran yang dilakukan AS dan Eropa, apalagi ditambah dengan isu melamin. Sementara mesin pabrik industri Cina tidak mungkin dihetikan dan kapasitasnya sangat besar. Satu-satunya cara adalah memasukkannya ke pasar-pasar alternatif, termasuk Indonesia, dan Indonesia akan kesulitan menghambatnya, karena terlalu banyak jalur perdagangan ilegal terutama pelabuhan-pelabuhan gelap di Indonesia.

2. keluarnya barang (ekspor) secara ilegal ke luar negeri secara besar-besaran. Tingginya ongkos produksi dan biaya distribusi, juga kebutuhan akan uang cepat, memaksa perdagangan ilegal kembali marak, terutama untuk komoditi hutan dan laut (kayu dan ikan)

3. menurunnya daya beli yang berakibat berkurangnya rasa cinta produksi dalam negeri dan semakin tingginya konsumsi barang luar negeri, pada kenyataannya banyak barang luar negeri terutama barang konsumsi yang harganya jauh lebih murah saat ini, apalagi bila penyelundupan ilegal dari Cina meningkat, produsen kita akan sangat sulit bersaing ditambah semakin mahalnya biaya distribusi. Saat ini saja, masyarakat-masyarakat di Perbatasan Kalimantan Timur, Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara lebih banyak berbelanja di Malaysia dan Phillipina ketimbang di Indonesia sendiri.

4. semakin tingginya persaingan di pasar dalam negeri, akan menyebabkan persaingan usaha tidak sehat kembali marak, akibat banyaknya barang ilegal yang masuk dan semakin rendhanya daya beli masyarakat produsen lokal harus bersaing keras dan hukum siapa yang kuat akan bertahan pasti terjadi meskipun kita memiliki UU Persaingan Usaha

5. naiknya ongkos produksi dan persaingan yang ketat berakibat runtuhnya produsen lokal, naiknya pengangguran dan berakibat pada naiknya angka kriminalitas. Kriminalitas dipastikan meningkta bila penganguran juga meningkat ditambah dengan rendahnya daya beli masyarakat akan mendorong manusia berpikir cepat unutk memenuhi kebutuhannya dan terkadang irasional sehingga bukan saja kriminalitas yang meningkat teteapi juga tingkat depresi.

6. permintaan akan komoditas-komoditas manufaktur Indonesia di LN akan semakin turun akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia. Permintaan baja, tekstil, bahkan mungkin hingga ke TKI akan menurun seiring berkurangnya pertumbuhan ekonomi di negara mitra utama seperti Cina untuk baja, AS untuk tekstil dan Korea, Malaysia serta Taiwan untuk TKI kerah biru (buruh bangunan, buruh pabrik).

7. sektor transportasi untuk distribusi kehilangan pasar. Berkurangnya komoditas yang diperdagangkan akan membuat sektor transportasi distribusi yang selama ini menyerap tenaga kerja besar akan menurun aktivitasnya terutama pelabuhan dan kapal kargo. Artinya tingkat pengangguran bisa meningkat di sektor ini.
8. rendahnya permintaan kredit untuk usaha akibat suku bunga yang tinggi, mengakibatkan UKM kesulitan untuk berkembang, para pengangguran yang berencana akan beralih menjadi wirausaha juga akan berpikir dua kali.

9. kesemuanya berujung pada semakin sulitnya menekan angka kemiskinan di Indonesia.

Beberapa solusi yang harus dilakukan:
  • Peningkatan keamanan dalam negeri, terutama pengawasan perbatasan, perairan, hutan, pintu-pintu masuk dari LN dan pengawasan pelabuhan gelap. Potensi yang akan terjadi adalah peningkatan perdagangan ilegal dari luar negeri ke dalam negeri maupun sebaliknya
  • jangan hanya menuntut masyarakat ”gunakan produk dalam negeri” tetapi fasilitasi juga oleh pemerintah, bantu distribusikan produk-produk lokal ke seluruh pelosok Indonesia. Hal ini sekaligus membuka pasar produk dalam negeri. Kembangkan perdagangan intra dalam negeri, antar provinsi. Sehingga perekonomian masyarakat meskipun lebih subsisten tetapi tidak terlalu bergantung pada LN. Nyatanya didaerah perbatasan dan kawasan timur Indonesia, barang-barang lokal tidak banyak dan sangat mahal, sementara produk malaysia dan cina membanjir disana.
  • Sektor bisnis, harus merubah target pasar mereka, jangan hanya mengandalkan ekspor tetapi juga ekspansi pasar di dalam negeri.
  • beri fasilitas kemudahan kredit, perizinan dll. yang lebih besar bagi sektor UKM ketimbang bagi usaha besar. Hal ini untuk mengantisipasi agar para pengangguran mau berwirausaha.
  • kembangkan pemberdayaan kemampuan ekonomi keluarga, sehingga perekonomian keluarga tetap hidup tanpa bergantung pihak lain. Sekaligus untuk meningkatkan daya beli mereka dan mencegah perekonomian yang semakin subsisten di pedesaan.

Krisis Keuangan: Dampak Informasi Tidak Sempurna.


Krisis moneter yang terjadi di AS dalam beberapa bulan terakhir ini telah merontokkan kepercayaan publik terhadap kapitalisme. Sayangnya kesadaran datang terlambat, kapitalisme telah terlanjur mendunia. Disinilah kebobrokan jargon globalisasi terungkap. Globalisasi yang selama ini mengagungkan kebebasan pasar telah kebablasan dan secara tidak sadar lupa bahwa asumsi pasar yang sempurna menuntut adanya nilai-nilai etik dalam bisnis berupa informasi yang sempurna bagi semua pihak. Faktor nilai inilah yang telah dilupakan.


Secara kasar dapat dikatakan dalam globalisasi pasar yang terjadi sekarang ini, yang berlaku adalah hukum rimba (yang kuat yang menang) bukan hukum pasar yang sebenarnya. Padahal pasar menuntut kesempurnaan yang berujung pada dijunjungnya nilai-nilai transparansi dan ini disalahartikan menjadi pasar yang bebas sebebas-bebasnya. Dampaknya, seluruh dunia telah terkena virus mimpi indah globalisasi yang ujung-ujungnya hanya menguntungkan perusahaan-perusahaan multinasional berskala besar dan perusahaan-perusahaan keuangan dunia yang memonopoli informasi pasar.


Nyatanya asumsi bahwa pasar bisa bersaing dengan sempurna sendiri hampir tidak akan pernah terjadi apalagi dalam globalisasi karena hampri mustahil memenuhi semua asumsi pasar persaingan sempurna, padahal perilaku bisnis selalu menuntut adanya keuntungan laba supernormal (ada kelebihan profit) dan mereka akan melakukan berbagai cara untuk memenuhinya. Oleh karenanya siapa yang memiliki informasi tentang pasar paling banyak dialah yang akan memenangkan persaingan.


Salah satu asumsi yang gagal dipenuhi ekonomi pasar adalah asumsi perfect information (informasi yang sempurna di pasar, baik produsen maupun konsumen memperoleh informasi yang sama mengenai komoditas yang ditransaksikan). Kenyataannya perusahaan-perusahaan berkelas multinasional kerjanya hanya melakukan manipulasi informasi, menutupi keuntungan untuk mengurangi pajak, menaik-naikkan keuntungan agar dipercaya pemodal, menutupi audit, memainkan skema pasar uang dan lainnya yang ujung-ujungnya hanya membuat nilai perekonomian yang tinggi namun semu atau maya, pada kenyataannya nilai atau harga yang sebenarnya tidak pernah sebesar nilai nominal yang ditunjukkan baik itu harga saham perusahaan, profit, sampai ke harga produk perusahaan. Pada akhirnya semua terungkap dan ekonomi pasar terbukti tidak memberikan apa-apa kecuali kesejahteraan yang palsu. Seluruh dunia dibuai dengan skema produk investasi keuangan Lehman Brothers yang hanya bergantung pada nama besar si Bank padahal jaminan yang mereka miliki nilai riilnya tidak sebanding dengan nominalnya.


Ini membuktikan bahwa ilmu ekonomi pasar nyatanya tidak mampu menangkap gejala ketidakpastian informasi yang akan terjadi dalam transaksi. Informasi Tidak Sempurna (Asimetris) adalah salah satu penyebab terjadinya kegagalan pasar. Selama ini asumsi ini tidak menjadi fokus perhatian dalam materi-materi ilmu ekonomi, yang lebih dianggap sebagai penyebab kegagalan pasar biasanya hanya monopoli, public goods ataupun eksternalitas (polusi dll).


Menariknya justru masalah Informasi inilah yang menjadi fokus perhatian penyebab krisis saat ini. Sejak awal ekonom senior AS, Joseph Stiglitz sudah memperingatkan bahwa informasi yang asimetris adalah faktor yang paling dominan dibalik kegagalan pasar dan sangat berbahaya bagi globalisasi dak Kenyataannya memang terbukti.


Informasi yang tidak sempurnalah yang beredar di pasar, ini terjadi akibat moral hazard para pelaku pasar global yang hanya memikirkan memaksimasi keuntungan dalam jangka pendek tanpa melihat dampak jangka panjang. Timbulnya moral hazard yang dilakukan oleh para pelaku pasar ternyata tidak bisa dikendalikan sendiri oleh pasar sendiri. Biaya yang ditimbulkan atas moral hazard inilah sulit untuk diekspektasi oleh ekonomi pasar. Biaya inilah yang menjadi beban yang harus ditanggung pemerintah apakah itu untuk bantuan likuiditas, jaminan simpanan, dan lain-lainya yang juga berarti menjadi beban bagi semua pembayar pajak.


Ini juga yang menepis anggapan para kapitalis bahwa pasar yang bebas dari intervensi pemerintah adalah keharusan, nyatanya lagi-lagi pemerintahlah yang menjadi tulang punggung terakhir bagi para kapitalis global untuk lari dari tanggung jawabnya. Tidak mengapa kalau yang menanggung hanya pemerintah AS, kenyataannya seluruh dunia harus ikut menanggung beban moral hazard dari kapitalisme global.

Solusi?
Untuk memberikan ilustrasi mengenai peran informasi yang sempurna, dalam jurnalnya mengenai ekonomi kelembagaan, George Akerlof mengasumsikan pasar mobil di amerika kedalam dua jenis yakni mobil baik dan mobil buruk (lemons). Dalam membeli mobil baru, kita tidak bisa mengasumsikan peluang kualitas mobil itu baik atau lemons sebelum membelinya. Kita baru bisa menilainya dengan pasti setelah mobil tersebut digunakan, berarti terdapat ketidakpastian informasi akan kualitas bila seseorang akan membeli mobil.


Pengandaian yang dilakukan Akerlof dengan menggunakan pasar mobil memang berhasil membuktikan peran penting informasi dalam pasar persaingan saat ini dan membuktikan pernyataan stiglitz bahwa informasi asimetris adalah factor yang paling dominan dibalik kegagalan pasar. Itulah pula yang terjadi saat ini, pasar pada kenyataannya tidak bisa membuktikan kualitasnya sesuai dengan yang dijanjikan, nilai-nilai obligasi reksadana ataupun skema investasi lainnya yang dijual ke masyarakat denagn janji keuntungan yang tinggi ternyata kualitasnya sangat rendah.


Akerlof juga mengkaitkan masalah ketidakpastian informasi ini dengan adanya cost of dishonesty atau biaya ketidakjujuran. Dimana dampak dari biaya ketidakjujuran ini dicontohkan dengan tingginya variasi dalam kualitas produk tertentu karena minimnya aturan standar Quality Control selain itu juga ada factor entrepreneuship dimana sumber daya entrepreneur yang sanggup menilai kualitas masih jarang ada.


Menurutnya ketidakpastian informasi dalam kualitas suatu produk dapat ditanggulangi oleh kelembagaan. Secara sederhana, kelembagaan dapat kita artikan sebagai keberadaan aturan main atau tata nilai. Pasar membutuhkan aturan main yang pasti dan fair. Aturan main ini dapat beruap organisasi yang secara khusus mengatur ataupun dari dalam pelaku apsar sendiri. Contoh sederhana adalah adanya jaminan garansi yang senilai dan tercantum dalam kontrak yang jelas dari penjual atau lisensi yang diberikan kepada penjual barang dan jasa. Lainnya adalah penerapan good corporate governance.


Ini menunjukkan bahwa siapa yang mampu memberikan kelembagaan yang baik atas produknya (baik itu melalui pencitraan merk (brand image), kepemilikan lisensi, pemberian garansi) akan mampu bertahan di pasar.


Peran kelembagaan atau institusi dapat menanggulangi masalah ketidakpastian dengan memberikan jaminan atas ketidakpastian informasi terutama bila kualitas produknya ternyata dibawah dari yang diharapkan pembeli. Inilah yang tidak ada di pasar keuangan dunia selama ini. Konsumen hanya ditipu dengan produk investasi yang tidak bernilai sama sekali. Sementara faktor institusi kelembagaan diabaikan sama sekali bahkan dianggap mengganggu jalannya pasar.


Inti solusinya adalah peran kelembagaan dalam konteks ketidakpastian informasi dapat bersifat menanggulangi (kuratif) dan mencegah (preventif). Para pelaku pasar harus kembali pada nilai-nilai etika bisnis yang menjadi dasar dalam berusaha, penerapan good corporate governance jangan cuma menjadi slogan perusahaan tanpa ada implementasi. dan yang terpenting agar tidak terjebak krisis, masyarakat jangan menjadi risk taker sampai-sampai menggantungkan diri secara penuh pada arus pasar uang dunia yang serba penuh dengan ketidakpastian.


Terakhir, benarlah aturan dagang Islam bahwa dalam berdagang haruslah jelas ijab kabulnya, nyatanya pasar uang yang hanya menjual uang tanpa ada barangnya, hanya menjual mimpi untung besar tanpa ada jaminannya, memang tidak jelas ijabkabulnya dan akhirnya terbukti kehancurannya.


Beberapa tinjauan pustaka:
· Akerlof, George (1970), “The Market for “Lemons”: Quality Uncertainty and the Market Mechanism”, in: Quarterly Journal Of Economics, Vol.
Rachbini, Didik J. (2008), Ekonomi Politik (Ekonomi Kelembagaan Baru), Jakarta:……….
· Stiglitz, Joseph P. (2001), Information and the Change in the Paradigm in Economics, Nobel Prize Lecture.

Sunday, August 24, 2008

Kenapa ya Pidato SBY (15-08-08)?

Berikut ini sedikit pendapat saya atas beberapa isi bagian pidato kenegaraan Presiden 15 Agustus 2008 kemarin di depan Sidang Paripurna DPR-RI.

Salah satu pernyataan dalam pidato tersebut adalah:

“………….Pembangunan ekonomi, kita laksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata. Oleh karena itu, strategi yang saya gariskan adalah strategi ”pertumbuhan disertai pemerataan” atau ”growth with equity”…. “

".......Kita bersyukur, walaupun ditengah tekanan eksternal yang bertubi-tubi, kita telah berhasil menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen, selama tujuh triwulan berturut-turut. Bahkan Produk Domestik Bruto Non Migas, telah tumbuh mendekati 7 persen pada tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi kita, meningkat dari 5,5 persen pada tahun 2006 menjadi 6,3 persen pada tahun 2007....."

Nah pertanyaannya: strategi itu sudah dilakukan atau baru mau dilakukan?

Kenyataannya dalam kurun 5 tahun terakhir dengan pertumbuhan ekonomi selalu diatas 6%, ternyata rasio gini Indonesia semakin tinggi (>0,3, semakin mendekati 0,5 semakin tinggi) dari 0,329 di tahun 2002 menjadi 0,376 ditahun 2007, artinya terjadi ketimpangan distribusi pendaptan yang semakin parah, artinys kesenjangan antar masyarakat golongan pendapatan paling atas dan paling bawah terus semakin melebar dalam menikmati porsi hasil pembangunan, terbukti dari tingginya peningkatan kekayaan orang-orang kaya di Indonesia (ketiga tertinggi di Asia).

begitu pula antara desa dan kota, jumlah penduduk miskin, indeks kedalaman kemiskinan, indeks keparahan kemiskinan, selalu lebih tinggi 50% atau 1,5 kali di kota. artinya tidak ada perbaikan kesenjangan antara desa dan kota. hal ini juga menunjukkan pertumbuhan ekonomi cuma terjadi di Kota, bukan di desa. artinya lagi pemerataan pertumbuhan belum masuk ke desa.

anehnya bila dilihat dari Rasio Gini, ketimpangan pendapatan yang lebih besar terjadi di kota, hal ini menunjukkan bahwa pemerataan hasil pertumbuhan di Kota sendiri belum merata. berarti bagaimana pemerataan akan masuk kedesa kalau pertumbuhan di perkotaan saja semakin tidak merata. artinya trickle down effect selama beberapa tahun ini tidak terjadi.

nah ini tugas berat SBY dalam satu tahun terakhir masa jabatannya kalau ia memang concern dengan strategi ”growth with equity”. Tugasnya ialah membuktikan pemerataan yang ia janjikan, tidak hanya pemerataan antara orang kaya dan miskin, tetapi juga pemerataan di desa dan kota.

Kemudian pidato pun dilanjutkan:

“………………..Percepatan pembangunan ekonomi, telah memberikan dampak yang positif baik pada percepatan penurunan tingkat pengangguran terbuka maupun tingkat kemiskinan. Tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2006 mencapai 10,5 persen, kini telah berhasil diturunkan menjadi 8,5 persen pada Februari 2008………”

Ini kenyataan yang bagus, harus kita acungi jempol, tapiiii… ini juga agak menjebak, coba perhatikan tanggal data dikeluarkan (februari 2008), itu adalah tgl pengumuman Sakernas 2008 dari BPS. Jgn lupa kenaikan BBM terjadi setelah tanggal tersebut, Untuk data yang satu ini belum tentu menunjukkan realita di lapangan.

Pidato pun berlanjut:

“……………Begitu pula, tingkat kemiskinan, mengalami penurunan dari 17,7 persen pada tahun 2006 menjadi 15,4 pesen pada Maret 2008. Angka kemiskinan tahun 2008 ini, adalah angka kemiskinan terendah, baik besaran maupun prosentasenya, selama 10 tahun terakhir…………..”

Ya, sama lagi, data dikeluarkan per Maret 2008, sebelum kenaikan BBM. Angkanya pasti benar, tidak salah. tapi realitas kemiskinannya yang menjadi pertanyaan, ternyata bantuan pemerintah, terutama yang instant seperti BLT, diutamakan dibagikan terlebih dulu di Kota-kota Besar (20 kota terbesar), padahal BPS mengambil sampel untuk data kemiskinan dilakukan di Kota-kota besar. Jadi angka kemiskinan Indonesia diatas hanya berdasar atas kemiskinan di Kota-kota besar dong?

Padahal kenyataannya, kemiskinan di kota besar pada umumnya hanya berada sedikit di bawah garis kemiskinan, sementara di pedesaan berada jauh di bawah garis kemiskianan, artinya bantuan pemerintah bila diberikan di pedesaan belum tentu menggeser orang miskin naik diatas garis kemiskinan. Berarti lagi bantuan sengaja/tidak sengaja diberikan di kota besar telah merubah angka statistik kemiskinan secara instant karena hanya bermain-main di garis kemiskinan? Jangan sampai orang miskin Indonesia akhirnya nasibnya cuma jadi angka laporan diatas kertas. (lebih jelasnya baca posting saya sebelum ini : kenapa (harus) SLT?)

dengan melihat data kemiskinan secara terpisah antara kota dan desa, terlihat, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di kota perkotaan memang semakin membaik, tetapi tidak di desa, angka indeks kedalaman dan keparahan cenderung fluktuatif. angka indeks keparahan di desa relatif tinggi dari 0,85 ditahun 2002 menjadi 0,93 ditahun 2003, turun sedikit ke 0,89 di tahun 2005, dan menjadi 1,22 ditahun 2006, kemudian 1,09 di tahun 2007. ini menunjukkan pemerataan belum terjadi

Lanjutkan lagi pidatonya:

“……….Animo dan ekspansi Kredit Usaha Rakyat dalam kurun waktu singkat, menunjukkan betapa besarnya potensi ekonomi masyarakat kita. Hingga tanggal 31 Juli 2008, telah direalisasikan KUR sejumlah Rp. 8,9 Triliun, dengan jumlah debitur lebih dari 950 ribu orang di seluruh tanah air. KUR ini diutamakan untuk kredit di bawah Rp. 5 juta, dan tanpa agunan tambahan……………”

Nah ini yang Bagus! harusnya bantuan seperti ini yang digalakkan. SBY harus lebih mengutamakan bantuan-bantuan klaster kedua dan ketiga seperti ini untuk mengentaskan kemiskinan, termasuk PNPM yang bersifat partisipatif ketimbang bantuan Instan model BLT. meskipun prestasi angka statistik tidak sebaik dan secepat yang dihasilkan BLT, tapi manfaatnya jauh lebih tepat sasaran dan beramnfaat dalam jangka panjang (tidak habis begitu saja/tidak bakar duit, tapi melahirkan duit lagi).

dengan program bantuan model klaster kedua dan ketiga, menang ataupun tidak menangnya SBY dalam pilpres 2009, manfaatnya akan sangat diterima seluruh rakyat dan catatan sejarahnya tidak akan pernah hilang.

Yah sekali lagi buat penutup, terlepas apapun isi pidato presiden SBY kemarin, semua tindakannya selama ini tetap harus dihormati. seluruh pencapaian, kebijakan, tindakan dan dampaknya tidak dapat dinilai sekarang, semua akan terlihat dan terungkap nanti dalam satu kesatuan lintasan sejarah Indonesia yang tidak pernah bisa dihapus, baik atau buruk.

Oleh karena itu, sudah seharusnya momen satu tahun terakhir masa jabatan presiden SBY saat ini, setiap kebijakannya harus benar-benar dirasakan oleh rakyat, tanpa perlu memikirkan hasil pilpres 2009 nanti menang atau kalah.

(sayangnya buat banyak orang kita, hasil yang bagus malah gampang dilupakan, sementara hasil yang jelek terus diingat bukan dipelajari, akhirnya malah presidennya saja yang disalahkan)

Thursday, August 7, 2008

Kenapa Golput????

Bicara soal Pilkada, pilkada2 sekarang menunjukkan kecenderungan golput yang semakin tinggi. pengamat-pengamat menganalisa berbagai macam hal penyebabnya. konspirasi salah satu pesertalah, permainan politik lah.. kesalahan kpu, dll, dkk. mungkin itu smua benar tapi sesempurna apapun pemilu, tidak akan pernah bisa berhasil kalo kepercayaan dari rakyat ngga ada.

Beberapa hari yang lalu, saya ngobrol dengan satpam di kampus saya. obrolan dimulai dari masalah-masalah kampus sampai masalah langkanya minyak tanah dan gas. meskipun akhirnya obrolan itu lebih banyak didominasi keluhan si satpam tentang kebutuhan hidupnya dan penderitaan yang dialami lingkungan tempat ia tinggal yang ternyata jauh lebih susah dibanding kehidupan dia. tapi ada hal menarik. Sepanjang dia cerita masalah2nya ada satu tanda tanya yang tiba-tiba nongol di kepala saya dan langsung saya tanya (dalam bahasa Sunda agak Kasar, kebetulan kita sama2 org Sunda):

"trus tos kaayaanna kawas kitu, rek milih saha atuh ngke pemilu? milih nu anyar? "
(trus setelah keadaan spt itu, mo milih siapa nanti pemilu? milih yang baru?).

jawabannya cukup mengherankan.
"ah moal milih sasaha, lieur, ngomongna hungkul, sarua keneh mending teu kudu milih, pemilu bupati trakhir ge sayah teu milih"
(ah ga kan milih siapa2, ngomongnya aja, sama aja mending ga usah milih, pemilu bupati trakhir aja saya ga milih (kebetulan dia warga cikampek, kab. karawang))

saya tanya lagi, "mun calonna mere duit kumaha?" (klo calon ngasi duit gimana?)
jawabnya " komo deui, mun mere duit berarti geus naek nu dipikir moal mungkin rakyat, nu dipikir modalna balik kumaha" (apalagi, klo kaya gitu berarti yang dipikir nanti udah naek gmana modalnya balik).

ternyata selidik punya selidik, warga sekitar rumahnya pun banyak yang berpikir sama.

hal diatas ternyata menunjukkan di tengah euforia munculnyabanyak tokoh-tokoh muda, tokoh baru, partai baru, asas baru, ternyata kepercayaan tidak muncul begitu saja di mata masyarakat kecil. mereka sudah terlalu banayk disusahkan oleh keadaan yang membuat mereka sendiri menjadi antipati. mereka tidak peduli lagi pemimpinnya yang penting kebutuhan hidupnya tidak terganggu.

ini ngingetin saya waktu liburan kemarin ke Pulau Panaitan, waktu itu saya ketemu nelayan di deket dermaga. terjadilah tanya jawab. gini kronologisnya:

"siapa nama gubernur?",
"eee, gatau ... ooh bu... atut.." ,
"presiden?"
"eee.. sby"
"singkatan dari?"
"gatau",
"partai apa aja?",
" golkar.. pdi"
"trus?"
"gatau"
"bupati?"
"gatau"
"pemilu presiden kmaren ikut?"
"ga.."
"pemilu gubernur?"
"ngga",
"pemilihan bupati?",
"ga tau.."
"mo ada pemilu bentar lagi tau?"
"ngga.."
"mo ikut ga?"
"ngga"
"knapa?"
"ngapain, mending nyari lauk"

nah, bgitu fenomenanya. jangan salahkan mereka karena mereka tidak mau memilih. tapi kenyataannya pentingnya partisipasi politik baru disadari oleh masyarakat kelas menengah.. bagi rakyat kecil, biasanya mereka sudah antipati terlebih dahulu, entah karena merasa tidak ada perubahan atau merasa hidup mereka memang akan terus seperti itu nasibnya, tidak berubah.

ini bukan karena modal sosial mereka yang rendah, tetapi karena pengalaman mereka belum bisa membuktikan keefektifan dunia politik dalam merubah nasib hidup mereka.

bagi mereka yang terpenting sebenarnya, setiap hari :
perut bisa kenyang, badan bisa sehat, anak bisa sekolah, hidup bisa tenang dan klo bisa kantong bisa tebal... titik.

nah tugas pemimpin kita dan para politisi sebenarnya cuma itu..
selama itu terpenuhi, kepercayaan rakyat akan meningkat..
tapi sampai sekarang hal itu tidak bisa juga terpenuhi...
bagaimana rakyat kecil bisa percaya...
klo ngga ada kepercayaan rakyat percuma pemilu menghabiskan triliunan rupiah tanpa ada juntrungannnya.........

Friday, July 18, 2008

Jalan-Jalan Ke Panaitan

Gambar yang anda lihat disebelah itu dermaga pulau panaitan..
keren yaa..

Jadi ceritanya, beberapa minggu yang lalu saya diajak jalan-jalan ayah saya trip ke pulau panaitan, banten. pulau ini terletak di ujung paling barat pulau Jawa, pas di pintu gerbang Selat Sunda. artinya pulau ini juga pintu gerbang lalu lintas internasional via samudera hindia..

Pulau ini cukup besar, ada kali hampir sebesar jakarta (atau lebih besar..) uniknya, untuk pulau seukuran itu, pulau ini tidak memiliki penduduk sama sekali alias kosong (biasanya pulau-pulau kecil yang gada penduduknya..), gada orang emang tapi tetep ada satu dermaga buat kapal dan kantor polisi hutan yang tidak setiap waktu dijaga, karena kadang-kadang polisi2nya pulang mudik ke Banten.

Selain tidak berpenghuni pulau ini juga memang sulit untuk didaratii. hampir diseluruh pinggir pantainya terhalang batu-batu karang yang ga terlalu keliatan karena menyebar di dalam air.. yang sepertinya dibuat secara tidak sengaja (atau sengaja?) oleh alam buat melindungi si pulau dari tangan-tangan kite orang kota.. tetapi ada pantai aman buat kapal, nah dicelah pantai itulah si dermaga berada..

Beberapa nelayan juga sering singgah disitu untuk bermalam (kalo kemaleman..) soalnya kabarnya kalo malem ombak perairannya besar-besar dan alhmdulillahnya kita ga nginep di situ, tapi di pulau Peucang. Kebetulan di Pulau Peucang ada resort milik Dephut (resort ini dibuat karena pa harto plus rombongan sering kesana buat mancing di perairan selat sunda karena emang ikan-ikan disana terkenal besar-besar). di pulau peucang juga banyak rusa + monyet dan ga usah dicari, begitu anda turun ke dermaga, anda pasti bakal disambut ama rusa (saya liat sendiri)...
sekarang resort ini bisa dipake juga buat yang mao berkunjung.. waktu saya kesana ada juga pengunjung dari rusia dll.. tapi klo urusan izinnya saya ga ngerti..


Kalo diliat dari vegetasinya, umur hutan di pulau panaitan blom lama.. baru sekitar seratus tahunan (padahal pohonnya tinggi-tinggi kaya tiang bendera, gede-gede lagi kaya gajah). tau dari mana masi seratusan taun? emang saya ahlinya? hehee.. kebetulan perginya bareng org dinas kehutanan banten jadi dia yg ceritain.. kmungkinan besar sih dulu kena ledakan gunung krakatau sekitar 130 taun lalu. klo binatang, disana ada kijang (saya liat sendiri juga) + monyet lagi..

Nah cerita punya cerita... di pulau ini ada gunung raksa (emang beneran ada) tingginya sekitar 300an meter, nah ditemukanlah bebrapa puluh taun yg lalu di kaki gunung itu dua buah arca, yang satu arca berbentuk dewa siwa dan satu lagi berbentuk dewa ganesha (klo mo liat fotonya, anda ke ujung kulon, tanya aja ke kantor pengelolanya mereka punya brosur fotonya, atau ke pulau peucang ada museum kecil disitu).

Bukti ada arca itu menunjukkan kalo dulu disitu pernah ada peradaban, dan klo diliat dari arcanya yang hindu, berarti peradaban yang ada disitu sudah lebih dari 1000 tahun yang lalu.. selain arca itu belom ditemukan artefak laen yang aneh-aneh yang menunjukkan lagi adanya peradaban di pulau itu..

Nah salah-salah, bisa jadi di Indonesia juga pernah ada negeri atlantis kaya di eropa sana yaa..
yah itulah Indonesia,, sejarahnya blom abis digali, alamnya udah abis digali duluan.. untung pulau panaitan ga (belum) digali..
Save Banten Heritages!!!

Thursday, July 10, 2008

Pembajakan: Siapa coba yang salah???

(yg dimaksud disini bukan bukan bajak pesawat, bajak laut, apalagi bajak sawah)

Sudah sering kita (anda dan saya) denger istilah pembajakan kaset, cd, dll. biasanya istilah ini keluar dari mulut artis-artis, biasanya mereka ngomong gini: "jangan beli yg bajakan ya, beli yang asli", "stop piracy.." dll. apalagi klou udah masuk infotainment. di tivi2 sering juga muncul iklannya.
kalimat-kalimat itu terdengarnya lumrah dan benar logikanya, meskipun pada akhirnya tidak juga ditaati para pembeli (penikmat musik) dan itulah yang menjadi pertanyaan sampai sekarang: "kenapa masyarakat tidak mentaatinya?".
pada dasarnya mendengar musik adalah kebutuhan dasar masyarakat meskipun tidak dpt dikuantifisir dgn mudah seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dll. nah kebutuhan untuk mendengar musik ini dipenuhi oleh supply dari para musisi yang diperantarai oleh label industri musik..
Jadi pada dasarnya tidak salah jika para musisi ingin karya mereka dihargai oleh penikmatnya. tapi pertanyaan besarnya, apakah salah kalau seluruh lapisan masyarakat ingin menikmati hasil karya para musisi tersebut? sementara untuk membeli CD dan Kaset asli mereka tidak mampu atau setidaknya tidak dapat memperioritaskannya karena ada hal lain yg harus dipenuhi (pangan, pendidikan, kesehatan, dll). bukankah mereka juga menghargai para musisi dengan menggumamkan, menyanyikan lagu2 para musisi bahkan hingga memajang poster si musisi di kamarnya.
para produsen dan penjual CD bajakan memang salah dan jelas ilegal, wajar bila dihukum bahkan dikriminalisasi. itu sudah tidak perlu diperdebatkan (dan buktinya jarang terjadi ada penangkapan.
tp dari sisi demand, masyarakat juga berhak menikmati lagu dengan harga terjangkau.
Lalu kenapa hanya masyarakat saja yang diajak para musisi untuk tidak membeli bajakan? kenapa para musisi tidak menghimbau industri musik untuk membuat CD yang murah dan terjangkau?
Logikanya, kalau para pembajak saja bisa menjual CD dengan range 5000-10,000 rupiah, kenapa industri rekaman dgn kapasitas produksi yg seharusnya lebih besar tidak bisa?
kalau alasannya karena tingginya ongkos praproduksi, dengan logika supply demand sederhana saja, toh dengan harga yang lebih murah, demand akan meningkat dan mendorong kapasitas produksi perusahaan sehingga ongkos akan tertutupi.
kalaupun dijual diatas harga bajakan misalnya Rp 15-20,000 per CD, pasti pembelinya akan jauh lebih banyak dan masyarakat akan berpindah dari CD bajakan dan kaset ke CD biasa.
mungkin CD peter pan akan terjual jauh lebih banyak hingga berkali-kali lipat sehingga royalti mereka tetap besar.
oke lah kaset tidak bisa lebih murah, tapi CD???
apalagi perusahaan rekaman yang ada di Indonesia rata2 perusahaan asing dan besar sehingga berperan sebagai oligopolis. jelas-jelas mereka mampu menjadi pricemaker dan mengatur harga, jadi kalau alasannya tidak mungkin karena harga diatur pasar sudah jelas tidak bisa diterima.
itu saja.
intinya, mari kita balik logika berpikirnya. jgn hanya menyalahkan sisi demandnya saja tapi lihat juga peran sisi supplynya (para industri rekaman). seharusnya industri rekaman bisa mensupply musik yang terjangkau oleh rakyat banyak. jadi slogannya harusnya yang diputer itu: musik untuk semua.
udah gitu aja..

Sunday, May 25, 2008

Kenapa (Harus) SLT?


Sebelumnya saya mau protes dulu, kenapa untuk mengumumkan jumlah orang miskin presiden atau pejabat2 selalu bilang: “…’angka kemiskinan’ meningkat sekian persen...”. Apakah orang miskin hanya sebatas angka? Bukankah orang miskin juga bernafas, berjalan, makan, minum, sebagaimana manusia pada umumnya. Orang miskin bukan obyek yang hanya tertulis dalam selembar kertas statistik. Orang miskin adalah manusia yang hidup dan berpikir.

Kembali pada judul, Kenapa (harus) SLT? Dalam perhitungan tingkat kemiskinan ada tiga indikator yang harus dilihat. Selain itu perlu dilihat distribusi pendapatannya. Pertama adalah headcount index (inilah yang dimaksud dengan “angka kemiskinan”), dimana disini kemiskinan hanya dilihat semata dalam jumlah angka yang berada di bawah garis kemiskinan.

Kedua adalah (poverty gap index) atau indeks kedalaman kemiskinan, disini kemiskinan dilihat rata-rata jarak kesenjangan antara pengeluaran orang miskin dengan garis kemiskinan. Ketiga adalah poverty severity index atau indeks keparahan kemiskinan yang melihat seberapa tinggi ketimpangan tingkat pengeluaran diantara orang miskin itu sendiri.

Terakhir adalah distribusi pendapatan yang ditunjukkan oleh Gini Ratio Index dan Theil Index. Indeks ini menunjukkan seberapa besar ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi antara penduduk terkaya dengan penduduk termiskin.

Selama ini yang diumumkan secara resmi selalu jumlah orang miskin hanya dari sisi headcount index saja. Nah yang menjadi pertanyaan, pernahkah diumumkan berapa tingkat kesenjangan kemiskinan (pov’t gap) atau tingkat keparahan kemiskinan (pov’t severity)? Pernahkah pula diumumkan secara luas di media massa, angka indeks distribusi pendapatan (Indeks Gini dan Indeks Theil)?

SLT

Lalu apakah kaitannya? SLT adalah jawaban termudah untuk menurunkan jumlah orang miskin (menurut versi headcount index). Dengan SLT pendapatan nominal orang-orang miskin akan naik dalam sekejap mata. Dengan asumsi satu keluarga terdiri dari 4 orang (kalau program KB benar-benar sukses) maka Rp. 100 ribu sebulan per KK berarti sama dengan Rp. 25 ribu per orang per bulan.

Dengan logika sederhana, anggap saja garis kemiskinan adalah Rp. 170 ribu rupiah saja, maka dengan SLT, jumlah orang miskin dapat berkurang dengan menambahkan Rp 25 ribu tersebut kepada penduduk miskin yang berda sedikit dibawah garis kemiskinan. anggaplah pengeluaran rata-ratanya Rp.160 ribu, maka dengan SLT pendapatan perorang akan naik menjadi Rp. 185 ribu atau naik sedikit diatas garis kemiskinan.

Jika saat pembagian SLT dilakukan bersamaan dengan survey jumlah rumah tangga miskin, maka akan tampak penurunan jumlah orang miskin secara signifikan. Pada kenyataannya orang-orang miskin yang berada sedikit dibawah garis kemiskinan saja yang naik dan akhirnya menjadi dasar bagi argumentasi turunnya jumlah orang miskin. Sementara orang miskin dengan pengeluarannya jauh dibawah garis kemiskinan? Mereka tidak pernah terangkat.

kenaikan itu hanyalah kenaikan nominal income bukan riil income, kenapa? karena dengan motif spekulasi, harga-harga barang otomatis ikut naik begitu SLT dibagikan dan subsidi dihentikan. Hal ini jelas tidak merubah daya beli masyarakat bahkan malah turun meskipun secara nominal pendapatan mereka naik.

Sayangnya lagi, bila pelaksanaan SLT sifatnya hanya sesaat tidak kontinu, semua akan kembali ke keadaan semula. Bila survey jumlah orang miskin oleh BPS dilakukan saat ini jelas jumlah orang miskin akan berkurang secara nominal. Setelah survey selesai dilakukan dan program tidak dikontinukan maka angka kemiskinan akan kembali ke posisi awal. Selain itu ditambah dengan kenaikan harga bahan pokok, maka garis kemiskinan juga akhirnya akan naik, dan SLT pun tidak akan merubah apa-apa kecuali angka statistik jumlah orang kemiskinan (head count index) di atas kertas saja.

Pada akhirnya yang diuntungkan SLT, hanyapihak yang berkepentingan untuk menunjukkan bahwa “angka kemiskinan turun sekian persen” tanpa penjelasan seberapa besar ketimpangannya di lapangan dan seberapa terangkatnya orang miskin yang berada jauh dibawah garis kemiskinan.

Bila kita menggunakan poverty gap index ataupun poverty severity index, tentu keadaan akan berbeda. Data BPS 2007 menunjukkan pov’t gap index dan pov’t severity index dalam tiga tahun terakhir hanya membaik di perkotaan. Tidak di pedesaan. data ini menunjukkan ketimpangan yang amat tinggi antara kedalaman dan keparahan kemiskinan di kota dengan di desa.

Lebih parah lagi pada distribusi pendapatan. Pada kenyataannya sepanjang periode 1999 hingga 2007 menunjukkan indeks Gini Ratio dan indeks Theil terus semakin memburuk hal ini menunjukkan terjadi kesenjangan distribusi pendapatan antara yang terkaya dan termiskin yang semakin tinggi dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan pula bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi, justru malah membuat yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.

Penutup

Inilah yang harus diperhatikan, kenapa tidak disusun program yang mampu memperbaiki distribusi pendapatan. Dan sebenarnya program yang ada saat ini pun seperti PNPM Mandiri dan PKH mampu untuk memperbaiki distribusi itu. Lalu mengapa program tersebut seakan dinomorduakan pemerintah dan windfall pencabutan subsidi BBM malah diberikan untuk SLT? Kenapa tidak untuk memperbesar cakupan program PNPM Mandiri, PKH serta program-program lain yang jelas-jelas jauh lebih terencana dan tepat sasaran. meskipun hasilnya tidak instan dalam sekejap mata, tapi manfaatnya bagi orang-orang miskin akan jauh lebih besar dan berkelanjutan serta dapat memperbaiki kesenjangan di masyarakat.

Pandangan ini mungkin amatir dan prematur, tetapi setidaknya ini dapat memberikan gambaran salah satu skenario yang mungkin terjadi. Bila manfaat yang terasa akhirnya hanya pada lembaran laporan statistik pemerintah tahun 2008 dimana tergambarkan ‘angka kemiskinan membaik’, saya pikir terlalu mahal harganya program SLT ini dikeluarkan demi "pemilu 2009". Semoga tidak seperti itu kenyataannya.

Kenapa ekonom/pengamat biar banyak omong tetep harus ngomong?


Kenapa ekonom/pengamat biar banyak omong tetep harus ngomong?

(maksudnya kenapa pengamat itu penting...)

Coba anda lari bolak balik 100 m atau brapa ratus meter lagi terserah.. (sori kalo cape..)

Ampe keringetan..

cape..

aus..

trus coba cari satu gelas aer putih..

Lari dari depan rumah ke dapur..

Aer galon abis..

Lari dulu bawa galon-isi ulang atau tuker ama yang penuh..

Bawa balik lagi ke rumah..

Trus Minum..

Glek..glek..glek..

Abisin..

Glek..glek..glek....

Ambil lagi..

Abisin lagi..

Ambil lagi..

Abisin lagi...

Ambil lagi...

abisin lagi...

Whueeek.....

Awalnya kita butuh aer putih dan aer putih itu langka..

kita cari, kita korbanin segalanya demi segelas air putih... udah kita dapet aernya trus?

Kita minum..minum lagi .. minum lagi ampe puas (dasar manusia..) trus ampe puasnya abis kita overload.. muntah.. kebanyakan minum......

*contoh diatas itu contoh umum dipake di pelajaran ekonomi...(biasanya contonya cocacola-tapi kayanya ga sehat abis lari minum cocacola)...

Sekarang coba bayangin kalo pas anda minum gelas aer putih kedua trus dateng temen anda ngingetin ”udah jangan kebanyakan minumnya.. tar muntah”, saya jamin 90% dari anda semua ga peduli dan terus minum..(tapi anda jadi waspada jaga-jaga jangan sampai anda muntah)

Bayangkan kalo tidak ada teman anda yang mengingatkan mungkin anda akan minum sampai anda muntah..

Dan bayangkan,, meskipun sudah ada teman anda yang mengingatkan anda masih saja tidak peduli..

lalu anda mungkin agak mengerem tapi gengsi dikitlah, nambah dulu gelas ke tiga baru berhenti minum.. dan anda tidak muntah..alhamdulillah (anda jadi waspada takut muntah karena teman anda sudah mengingatkan)

Nah sekarang bayangkan kalau kejadian diatas terjadi di dunia yang jauh lebih makro.. dan anggap teman anda itu adalah ekonom..

Apa yang terjadi tanpa ekonom? Siapa yang akan mengingatkan kalo ekonomi kalo dibiarkan berjalan seperti keadaan x sudah diambang resesi? Siapa yang akan mengingatkan petani kalo terlalu banyak panen cabe, cabe gakan ada harganya? Siapa yang akan mengingatkan kalo inflasi turun terus bisa nambah pengangguran? Siapa yang mengingatkan kalo uang dicetak trus bisa bikin inflasi?

Memang belum tentu terjadi tapi setidaknya kita semakin waspada agar dampak yang dikatakan si ekonom/pengamat tidak terjadi..

Sebanyak-banyak omongnya pengamat mendingan daripada ga ada yang ngomong sama sekali...

udah sgitu aja..

efisien?

efisien?

"jang, makan yuk di hokben?" kata si udin..

ujang bales.."ah, ga ah, sayah mah lg penghematan biar efisien.. tanggal tua"

udin ngomong.."ah, ya udah, saya sendiri aja kalo gtu mah.. pinjem motor dong.."

ujang bales "eh kumaha, hemat bensin.. sing efisien atuh,, itu hokben cuma 100 meter dari sini..leumpang we (jalan kaki aja)"

udin bilang.."puguh justru biar efisien,, pan hemat tenaga... laper"

kata ujang bales: "ya udah tapi pulangna jalan kaki, pan udah ada tenagaan.. motorna maneh gotong we sakalian meh efisien"

udin ngoceh: "iya, tapi ga efektif"

ujang bingung.. "...geus ah lieur.." dst..dst..

saya yakin (insyaalloh) dialog yang mirip sering terjadi pula di kehidupan kita (seenggaknya di kehidupan saya) sehari-hari,

kata-kata "EFISIEN..EFEKTIF"

disini saya mau sedikit berbagi cerita tentang si efisien ini.. (tentang si efektif mah laen kali aja ya dilain waktu dan kesempatan...)

ada satu hal yang saya pelajari baru-baru ini dikelas..

(jadi anda yakin kalo itu kliatannya empiris di kelas, bukan reka2 saya.. sebenernya sy udah sering belajar ttg ini dari dulu waktu s1, cuman yah, ngerti lah, masuk telinga kanan keluar telinga kiri, kadang2 masuk otak kanan mentok ga mo pindah ke otak kiri, tapi kuliah yang kemaren malem ini, saya korek2 lagi kepala saya, saya coba simpen dan pindahin ke coret-coretan kertas)

tentang "efisien.."

(ini semua disederhanakan, sesederhana -sederhana mungkin sesuai otak yang sy yang sederhana (pentium 1) dari konsep tentang edgeworth box dan pareto optimum, jadi kebenaran isinya masih dibawah 50% heuheuu..)

anggep anda dan saya lagi makan 10 sate kambing dan smangkok gule kambing,

secara etika dan moral masing2 dan secara tidak tertulis klo mo adil mereka bakal makan fifty2,,

hal ini karena keduanya dianggap akan punya tingkat kepuasan yang sama, soalnya berat badan sama" 99 kg, tinggi badan 184cm, lingkar pinggang 38 cm, sehari makan biasa 4x2piring.. dengan kapasitas usus perut yang sama juga nafsu serta selera makan yang mirip pula..

ga ada org laen disitu, dan gada lagi yang jualan sate kambing ama gule untuk radius 10km..

kita dikatakan blon efisien selama saya atau anda masih bisa nambah sate kambing dan gule kambing..

satu tusuk...dua tusuk...tiga tusuk...

satu sruputt..dua sruputt..tiga sruputt ..

sampe kita puas..

dan blum ada yang jatah sate kambing atau gulenya keambil ama yang laen..

nah berhubung saya lebih laper..

saya makan lebih cepet dari anda..

sekalinya saya mo nambah sate ke enam..

sate yang bisa saya ambil tinggal sate yang anda anggap jatah anda karena sate yang kesisa masih ada 3,,

mau ga mau klo saya mau nambah sate berarti saya harus ambil jatah anda satu...klo kita bukan temenan, bisa2 berantem klo perlu.. maklum nyandu kambing..

nah itu namanya trade off,, ketika kita mo nambah sesuatu untuk kepuasan kita harus ada orang laen yang dirugikan karena diambil barangnya..

nah, sesuatu baru dibilang efisien, kalo kita mo nambah kepuasan, mau tidak mau kita harus trade off.. nah disitu uniknya..

itu satu hal tentang efisien..

lalu muncul pertanyaan, adil ga kalo kita mo nambah harus ada org laen yang harus dirugikan..?

adil juga ga klo kita ga bisa nambah kepuasan kita gara2 org laen? masih sederet pertanyaan lagi yang bisa muncul seputar efisien..

makanya banyak yang bilang (insyaalloh banyak..) :

"bakal selalu ada trade off antara efisiensi dan keadilan.."

saya juga bingung kalo ditanya mana yang bener :

efisien atau keadilan (equity).. soalnya dua2nya bisa bener bisa aja salah..

nah sekarang apakah kata efisien yang anda-anda sering ucap selama ini punya konsep yang sama dengan konsep efisien yang satu ini?

(informasi lebih jelas dan JAUH LEBIH BENAR cari referensi di wikipedia atau yang lain tentang topik : edgeworth box, pareto efficient, pareto optimum, economic efficient, dll sbgnya yang mirip2.. )

(kalo ternyata saya yang salah maapin aja ya.. hehe.. setidaknya anda tambah tahu kalo sebenernya anda lebih tahu dari saya)

sekarang pertanyaan berikutnya? keadilan sendiri apa?

yah saya coba cari tau dulu trus tulis2 di tulisan berikutnya...

ktemu lagi ditulisan berikutnya..