Tuesday, October 14, 2008

Subprime Mortgage??

kata subprime mortgage sekarang ini sedang sering2nya keluar di media massa. Apa maknanya?

Waktu pertama kali saya dengar kata itu, saya agak kesulitan memahaminya.. sesudah baca berkali-kali, diulang-ulang, buka semua buku, buka internet dan sering baca dikoran. Nah kalo pake bahasa saya kira-kira begini penjelasannya:

Andaikan anda seorang buruh pabrik yang selama ini mengontrak di gang sempit, tiba-tiba anda ditawarkan kredit rumah (KPR) tipe 90 di real estate baru dgn harga yang lumayan mahal (anggap Rp. 200 juta) tapi dengan DP yang sangat rendah (mis 5%) dan ada grace period (tenggat waktu ga usah bayar cicilan) 1 tahun. Wajar kalau anda tertarik. Secara rasional anda bisa menikmati rumah lumayan mewah itu selama 1 tahun hanya dengan modal 10 juta rupiah (itung2 ngontrak), dan tanpa jaminan apapun kecuali rumah itu sendiri. Kalau anda tidak sanggup untuk membayar cicilan maka di akhir grace period anda tinggal angkat kaki dan rumah menjadi milik bank yang memberikan KPR.

Itulah kejadian di Amerika Serikat. Banyak properti dibangun, sumber pembiayaannya adalah bank-bank besar yang terlalu banyak memiliki dana nganggur (dana pihak ketiga) yang tidak tersalurkan, akhirnya dengan sumber pembiayaan yg besar, properti pun dibangun secara massal, kemudian agar properti ini cepat laku, rumah-rumah berukuran menengah ini dibangun dengan harga yang mahal dan ditawarkan pada kelompok menengah kebawah (biasanya buruh pabrik) dengan skema pembiayaan yang sangat ringan. Akhirnya berbondong-bondong masyarakat membeli properti tersebut.

Kumpulan hipotek utang-utang properti masyarakat kelas menengah kebawah inilah yang disebut subprime mortgage (subprime karena kemungkinan kesanggupan bayarnya tidak sebesar kelas menengah dan menengah keatas). Agar memperoleh untung lebih cepat, surat utang yang belum jatuh tempo ini kemudian oleh bank dijual kembali ke pihak ketiga. Biasanya dibeli oleh perusahaan-perusahaan investasi berskala besar dan dijual kembali dalam bermacam-macam produk investasi yang mereka tawarkan ke masyarakat, biasanya digabung dengan surat-surat berharga lain dalam bentuk reksadana dengan penawaran bunga yang sangat menarik bagi masyarakat yang ingin berinvestasi di pasar uang.

Yang menjadi masalah nilai surat berharga itu bubble, yang ditawarkan belum tentu sebesar jaminannya. Nah, ketika surat utang itu jatuh tempo, ternyata banyak pengutang yang gagal bayar, mereka tidak sanggup membayar cicilan rumahnya. Dan solusinya mudah bagi mereka, mereka tinggalkan begitu saja rumah-rumah tersebut dan kembali ke rumah lama mereka. Masalah besarnya rumah yang ditinggal tidak satu dua rumah saja, tetapi ratusan ribu hingga jutaan rumah!.

Meskipun harga rumah ini mahal, tetapi karena ada jutaan jumlahnya dan tidak ada pembelinya, maka nilai rumah itu menjadi kecil bahkan tidak bernilai. Nilai riilnya bahkan ada yang tiak mencapai 10% dari nilai yang tertera. Akhirnya terkuak bahwa nilai jaminan perumahan itu jauh dibawah kredit yang telah disalurkan BTN Amerika (Fannie Mae, Freddie Mac). Berarti nilai-nilai surat utang itu selama ini seperti gelembung balon, yang ketika balon itu dipecahkan, besarnya jauh dibawah ukuran gelembungnya. Dan terjadilah gagal bayar, gagal bayar dan gagal bayar lainnya karena kasus serupa (baca tulisan saya sebelumnya).

Ternyata pasar uang hanyalah pasar semu yang sangat khayal, wujud aslinya belum tentu segagah namanya banyak ketidakpastian yang tidak bisa diukur. Jadi wajar saja kalau banyak yang mengatakan kalau pasar uang itu lebih mirip pasar judi daripada pasar yang sebenarnya

1 comment:

@Satria said...

perlu dirangkai ceritanya dari posting ke posting.

posting yang menarik tentang subprime mortgage dan krisis pasar uang amerika:

http://hardidarjoto.blogspot.com/2008/10/malapetaka-kpr-amerika.html