Friday, July 18, 2008

Jalan-Jalan Ke Panaitan

Gambar yang anda lihat disebelah itu dermaga pulau panaitan..
keren yaa..

Jadi ceritanya, beberapa minggu yang lalu saya diajak jalan-jalan ayah saya trip ke pulau panaitan, banten. pulau ini terletak di ujung paling barat pulau Jawa, pas di pintu gerbang Selat Sunda. artinya pulau ini juga pintu gerbang lalu lintas internasional via samudera hindia..

Pulau ini cukup besar, ada kali hampir sebesar jakarta (atau lebih besar..) uniknya, untuk pulau seukuran itu, pulau ini tidak memiliki penduduk sama sekali alias kosong (biasanya pulau-pulau kecil yang gada penduduknya..), gada orang emang tapi tetep ada satu dermaga buat kapal dan kantor polisi hutan yang tidak setiap waktu dijaga, karena kadang-kadang polisi2nya pulang mudik ke Banten.

Selain tidak berpenghuni pulau ini juga memang sulit untuk didaratii. hampir diseluruh pinggir pantainya terhalang batu-batu karang yang ga terlalu keliatan karena menyebar di dalam air.. yang sepertinya dibuat secara tidak sengaja (atau sengaja?) oleh alam buat melindungi si pulau dari tangan-tangan kite orang kota.. tetapi ada pantai aman buat kapal, nah dicelah pantai itulah si dermaga berada..

Beberapa nelayan juga sering singgah disitu untuk bermalam (kalo kemaleman..) soalnya kabarnya kalo malem ombak perairannya besar-besar dan alhmdulillahnya kita ga nginep di situ, tapi di pulau Peucang. Kebetulan di Pulau Peucang ada resort milik Dephut (resort ini dibuat karena pa harto plus rombongan sering kesana buat mancing di perairan selat sunda karena emang ikan-ikan disana terkenal besar-besar). di pulau peucang juga banyak rusa + monyet dan ga usah dicari, begitu anda turun ke dermaga, anda pasti bakal disambut ama rusa (saya liat sendiri)...
sekarang resort ini bisa dipake juga buat yang mao berkunjung.. waktu saya kesana ada juga pengunjung dari rusia dll.. tapi klo urusan izinnya saya ga ngerti..


Kalo diliat dari vegetasinya, umur hutan di pulau panaitan blom lama.. baru sekitar seratus tahunan (padahal pohonnya tinggi-tinggi kaya tiang bendera, gede-gede lagi kaya gajah). tau dari mana masi seratusan taun? emang saya ahlinya? hehee.. kebetulan perginya bareng org dinas kehutanan banten jadi dia yg ceritain.. kmungkinan besar sih dulu kena ledakan gunung krakatau sekitar 130 taun lalu. klo binatang, disana ada kijang (saya liat sendiri juga) + monyet lagi..

Nah cerita punya cerita... di pulau ini ada gunung raksa (emang beneran ada) tingginya sekitar 300an meter, nah ditemukanlah bebrapa puluh taun yg lalu di kaki gunung itu dua buah arca, yang satu arca berbentuk dewa siwa dan satu lagi berbentuk dewa ganesha (klo mo liat fotonya, anda ke ujung kulon, tanya aja ke kantor pengelolanya mereka punya brosur fotonya, atau ke pulau peucang ada museum kecil disitu).

Bukti ada arca itu menunjukkan kalo dulu disitu pernah ada peradaban, dan klo diliat dari arcanya yang hindu, berarti peradaban yang ada disitu sudah lebih dari 1000 tahun yang lalu.. selain arca itu belom ditemukan artefak laen yang aneh-aneh yang menunjukkan lagi adanya peradaban di pulau itu..

Nah salah-salah, bisa jadi di Indonesia juga pernah ada negeri atlantis kaya di eropa sana yaa..
yah itulah Indonesia,, sejarahnya blom abis digali, alamnya udah abis digali duluan.. untung pulau panaitan ga (belum) digali..
Save Banten Heritages!!!

Thursday, July 10, 2008

Pembajakan: Siapa coba yang salah???

(yg dimaksud disini bukan bukan bajak pesawat, bajak laut, apalagi bajak sawah)

Sudah sering kita (anda dan saya) denger istilah pembajakan kaset, cd, dll. biasanya istilah ini keluar dari mulut artis-artis, biasanya mereka ngomong gini: "jangan beli yg bajakan ya, beli yang asli", "stop piracy.." dll. apalagi klou udah masuk infotainment. di tivi2 sering juga muncul iklannya.
kalimat-kalimat itu terdengarnya lumrah dan benar logikanya, meskipun pada akhirnya tidak juga ditaati para pembeli (penikmat musik) dan itulah yang menjadi pertanyaan sampai sekarang: "kenapa masyarakat tidak mentaatinya?".
pada dasarnya mendengar musik adalah kebutuhan dasar masyarakat meskipun tidak dpt dikuantifisir dgn mudah seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dll. nah kebutuhan untuk mendengar musik ini dipenuhi oleh supply dari para musisi yang diperantarai oleh label industri musik..
Jadi pada dasarnya tidak salah jika para musisi ingin karya mereka dihargai oleh penikmatnya. tapi pertanyaan besarnya, apakah salah kalau seluruh lapisan masyarakat ingin menikmati hasil karya para musisi tersebut? sementara untuk membeli CD dan Kaset asli mereka tidak mampu atau setidaknya tidak dapat memperioritaskannya karena ada hal lain yg harus dipenuhi (pangan, pendidikan, kesehatan, dll). bukankah mereka juga menghargai para musisi dengan menggumamkan, menyanyikan lagu2 para musisi bahkan hingga memajang poster si musisi di kamarnya.
para produsen dan penjual CD bajakan memang salah dan jelas ilegal, wajar bila dihukum bahkan dikriminalisasi. itu sudah tidak perlu diperdebatkan (dan buktinya jarang terjadi ada penangkapan.
tp dari sisi demand, masyarakat juga berhak menikmati lagu dengan harga terjangkau.
Lalu kenapa hanya masyarakat saja yang diajak para musisi untuk tidak membeli bajakan? kenapa para musisi tidak menghimbau industri musik untuk membuat CD yang murah dan terjangkau?
Logikanya, kalau para pembajak saja bisa menjual CD dengan range 5000-10,000 rupiah, kenapa industri rekaman dgn kapasitas produksi yg seharusnya lebih besar tidak bisa?
kalau alasannya karena tingginya ongkos praproduksi, dengan logika supply demand sederhana saja, toh dengan harga yang lebih murah, demand akan meningkat dan mendorong kapasitas produksi perusahaan sehingga ongkos akan tertutupi.
kalaupun dijual diatas harga bajakan misalnya Rp 15-20,000 per CD, pasti pembelinya akan jauh lebih banyak dan masyarakat akan berpindah dari CD bajakan dan kaset ke CD biasa.
mungkin CD peter pan akan terjual jauh lebih banyak hingga berkali-kali lipat sehingga royalti mereka tetap besar.
oke lah kaset tidak bisa lebih murah, tapi CD???
apalagi perusahaan rekaman yang ada di Indonesia rata2 perusahaan asing dan besar sehingga berperan sebagai oligopolis. jelas-jelas mereka mampu menjadi pricemaker dan mengatur harga, jadi kalau alasannya tidak mungkin karena harga diatur pasar sudah jelas tidak bisa diterima.
itu saja.
intinya, mari kita balik logika berpikirnya. jgn hanya menyalahkan sisi demandnya saja tapi lihat juga peran sisi supplynya (para industri rekaman). seharusnya industri rekaman bisa mensupply musik yang terjangkau oleh rakyat banyak. jadi slogannya harusnya yang diputer itu: musik untuk semua.
udah gitu aja..